Pembaca yang budiman, hampi-hampir
kemerosotan akhlaq masyarakat kita menjadi sesuatu yang lumrah. Hal itu karena
banyaknya pelanggaran norma/ aturan syariat ; dari permasalahan kenakalan
remaja, kasus korupsi triliyunan rupiah, perampokan, pelacuran sampai
pembunuhan.
Yang menyedihkan, terkadang itu semua dilakukan oleh
orang-orang terpelajar dan berpangkat. Itu menunjukan bahwa ilmu yang mereka
miliki tidak bermanfaat bagi agamanya, apalagi bagi orang lain, na’uzu
billah.
Tentunya semua itu ada sebabnya, diantara
sebab yang bisa menjerumuskan seseorang
dalam kubungan dosa tersebut adalah :
1. Menuruti hawa
nafsu
Sesungguhnya
sikap ini akan menjauhkan seorang hamba dari Rabbnya; semakin ia mengikuti hawa
nafsunya, semakin ia jauh dari petunjuk-Nya.
Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman, yang artinya :
{ وَمَنْ أَضَلُّ
مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ }
“Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa
mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh Allah tidak akan memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Qashas: 50)
2. Tak ada rasa
diawasi Allah (muroqobatullah)
Ketika
muroqobatullah hilang dari hati seseorang,
ia akan merasa bebas untuk melakukan apa saja; seorang pelajar akan
mencontek ketika ujian saat pengawasnya tidak memperhatikannya, seseorang
mencuri ketika suasana lengah, tidak ada yang melihatnya, seorang koruptor akan
memalsukan data dan merekayasa aliran dana karena merasa tidak ada yang tahu.
Tapi sungguh Allah Maha Tahu dengan setiap kejadian, baik di langit maupun di
bumi, sampai sesuatu yang sangat rahasia.
Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman, yang artinya :
{ وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا
وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ
مُبِينٍ }
“Dan
kunci-kunci semua yang ghaib ada pada-Nya ; tidak ada yang mengetahui selain
Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun
pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya, tidak ada sebutir biji pun dalam
kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu
yang basah atau yang kering, yang tidak
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am : 59)
3. Riya
Waspadalah
dengan penyakit ini, karena ia akan menggerogoti amal kebajikan kita, sehingga
usaha kita sia-sia. Orang yang terserang penyakit ini, akan selalu menampakan
amal kebaikannya dan bermuka manis di hadapan orang lain. Tapi di belakang menikam dan terlihat belangnya.
Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman, yang artinya :
{
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ . الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ . الَّذِينَ هُمْ
يُرَاءُونَ }
”Maka
celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap
shalatnya, yang berbuat riya.” (QS. Al-Ma’un : 4-6)
Maksudnya
: Ia memperlihatkan
kepada manusia bahwasanya ia shalat karena taat, tapi sebenarnya ia hanya
berpura-pura, sebagaimana orang fasik yang melaksanakan shalat hanya ingin
dikatakan bahwa ia rajin shalat (Lihat Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an : 20/195),
dan ketika tidak ada orang lain ia melakukan kemaksiatan yang besar – yaitu
meninggalkan sholat fardhu–.
4. Tidak ada
rasa sabar
Imam
Ibnu Al-Jauziy berkata:
”Tidak
ada sesuatu yang sulit melebihi kesabaran, baik sabar dari sesuatu yang ia
cintai maupun sesuatu yang ia benci.” (Shoid Al-Khatir: 56)
Kesabaran
bagaikan tameng, jika kita tidak mempunyai tameng ini, maka tidak mungkin kita
menolak kemaksiatan yang kira sukai, ataupun menjalankan aturan syariat yang
tidak kita sukai.
Oleh
karena itu Nabi telah memperingatkan kita dari hal tersebut dalam sabdanya:
(
حُفَّتِ الجَنَّةُ بِالمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ )
”Surga
itu diliputi oleh sesuatu yang tidak disukai, dan neraka diliputi oleh sesuatu
yang menyenangkan.” (HR.
Muslim: 2822 dan Tirmidzi: 2559)
Barang
siapa sabar dalam menghindari maksiat dan menjalankan syariat, niscaya ia
terbebas dari kekangan hawa nafsunya.
5. Terbujuk
rayuan syetan
Sesungguhnya
syetan itu musuh yang nyata bagi kita, mereka tidak akan pernah rela dengan
ketaatan yang kita lakukan, sehingga ia akan selalu berusaha menjerumuskan kita
dalam perbuatan dosa dan kebinasaan.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman :
{
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ
فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ }
”Ia
(iblis) berkata,”Ya Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku
sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan
aku akan sesatkan mereka semua.” (QS. Al-Hijr: 39)
6. Terbiasa
melakukan maksiat
Ketika
kita melakukan sebuah maksiat, maka muncul di hati kita titik noda yang pada
akhirnya akan menutupi hati ini dari petunjuk dan kebenaran. Jika kita tidak
segera bertaubat, maka hati kita akan benar-benar tertutup dan mati; larut
dalam kemaksiatan. (Lihat: Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an: 19/227)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman :
{
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
}
”Sekali-kali
tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
( إِنَّ العَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً
نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ
سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ
الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ {كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
)
“Sesungguhnya
seorang hamba, jika melakukan perbuatan dosa, akan muncul noda hitam di hatinya.
Jika ia segera berhenti (dari perbuatan
dosanya), beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, maka hatinya dibersihkan
kembali. Tapi jika ia kembali (melakukan perbuatan dosa), maka noda hitam itu
akan bertambah, sampai menutupi seluruh
hatinya. Itulah adalah “ar-ran” yang
Allah sebutkan dalam kitab-Nya : ”Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka
kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (HR. At-Tirmidzi: 3334, dia berkata: hadits hasan
shohih)
7. Ilmu yang
tidak barokah/tidak bermanfaat
Kita
saksikan tidak sedikit orang yang berilmu atau berpangkat, tapi ia seperti orang yang belum mengenyam pendidikan; ilmu yang
ia pelajari tidak memberi pengaruh positif dalam ibadahnya, tidak pula pada akhlaknya/
perangainya ataupun pergaulannya dengan masyarakat, bersikap sombong dan
merendahkan orang lain. (Lihat: Kitab Al-Ilmi, karya Syeikh Al-Utsaimin, hlm:
241)
Ia
sudah tahu maksiat tapi ia terjang, ia
tahu dosa tapi ia tetap santai melakukannya. Nauzu billah….
Kaum muslim rahimakumullah, itulah beberapa sebab yang
bisa menjerumuskan seorang hamba dalam jurang kemaksiatan dan dosa. Selain
hal-hal tersebut ada penyebab-penyebab
lainnya, seperti : kebodohan, syubhat, dan syak
(keragu-raguan).
Kalau kita amati, sebagian besar sebab-sebab di atas
berkaitan dengan hati. Dalam hal ini Ibnu Qoyyim Rahimahullah berkata :
”Hati
itu perlu dijaga agar tetap kuat, yaitu :
dengan keimanan dan ketaatan (kepada
Allah), serta dijaga dari hal-hal yang bisa merusaknya/ membuatnya sakit, yaitu
: dengan menjauhi dosa dan maksiat serta perkara-perkara yang menyimpang.” (Lihat: Ighotsah Al-Lahfan: 1/17)
Jika sekarang kita dalam kondisi terjerumus, maka
bersegeralah untuk memohon ampunan dari-Nya dan bertaubat dengan
sungguh-sungguh, niscaya Allah akan mengampuni kita dan menyucikan hati kita
dari noda-noda penghalang hati dari cahaya Ilahi.
Bersegeralah untuk melawan sebab-sebab terjerumusnya
seseorang dalam perbuatan dosa, dengan menghiasi diri kita dengan hal-hal yang
disyariatkan, diantaranya :
1. Mengendalikan
hawa nafsu
2. Muroqobatullah
(selalu merasa diawasi
Allah)
3. Ikhlas dalam
beramal
4. Sabar dalam
ketaatan dan menjahui maksiat
5. Berlindung
kepada Allah dari godaan syetan
6. Segera
beristigfar dan bertaubat setiap kali terjatuh dalam perbuatan dosa
7. Beramal dengan
ilmu agama yang telah kita pelajari
8. Bersihkan hati
dari segala penyakit, seperti: syirik, iri, dengki, dan lainnya.
Semoga Allah Ta’ala’
senantiasa memberi kita hidayah taufik (kekuatan untuk beramal) setelah Dia
menunjuki kita jalan-Nya yang lurus. Wallahu A’lam Bish Showab.
Referensi:
- Al-Qur’an
Al-Karim
- Al-Jami Li Ahkam
Al-Qur’an, karya Imam Qurtubi Rahimahullah
- Shohih Muslim
- Ighotsah
Al-Lahfan, karya Imam Ibnu Qoyyim Rahimahullah
- Shoid Al-Khotir,
karya Imam Ibnu Al-Jauzi Rahimahullah
- Kitab Al-Ilmi, karya Syeikh Al-Utsaimin Rahimahullah_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.
0 komentar:
Posting Komentar