Sering kita mengaku, bahwasannya kita adalah orang yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan kita sangat
tersinggung ketika ada orang yang menasehati kita agar senantiasa menjaga iman
dan taqwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita sering lupa,
bahwasannya iman itu naik-turun. Mau mengakui atau tidak, sesungguhnya kita
manusia biasa; sering berbuat kesalahan dan dosa.
Oleh karena itu,
tidak sepantasnya kita sombong dan enggan untuk bertobat dari perbuatan dosa
kita. Karena barang siapa yang tidak mau bertobat maka sesungguhnya dia adalah
orang yang sombong kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam telah bersabda:
« لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر »
“Tidak akan masuk surga
orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan, walaupun kesombongan itu
sebesar biji sawi.”
Apakah kesombongan itu?
« الكبر بطر الحق، وغمط الناس »
” Sombong adalah
menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” [HR. Muslim: 147]
Dia tahu kalau dia bersalah, tapi marah ketika diperingatkan dan
enggan untuk mengakui kesalahan serta menolak untuk bertobat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Salah satu
kewajiban kita sebagai seorang hamba adalah bertobat kepada Allah ‘Azza wa
jalla, yaitu: kembali dari segala kemaksiatan menuju ketaatan kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً
نَصُوحًا }
“Wahai orang –orang yang beriman, bertobatlah kalian kepada Allah
dengan sebenar-benarnya tobat.” [QS. At-Tahrim: 8]
Ayat ini
menunjukan kepada kita kewajiban untuk segera bertobat dengan sungguh-sungguh
dari segala dosa, yaitu: dengan segera meninggalkan perbuatan dosa, kemudian
bersungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya dan senantiasa beristighfar setiap
kali ingat dosa yang pernah dilakukannya.
Adapun jika dosa yang diperbuatnya
berhubungan dengan hak manusia, maka dia wajib membayar sampai orang yang
dizhalimi memaafkan.
Sebagaimana
ibadah-ibadah yang lain, tobat juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Barang siapa yang memenuhi persyaratan dalam tobatnya niscaya Allah akan
mengampuni dosanya.
Syarat-syarat diterimanya tobat adalah
sebagai berikut:
1. Ikhlas karena Allah semata
Maksudnya bukan karena terpaksa dan bukan
karena ingin mendapat pujian, bukan karena takut polisi atau malu sama Pak RT.
Tapi dia bertobat semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala; karena mengharap ridho dan ampunan-Nya.
2. Menyesal atas perbuatan dosanya
Karena
penyesalan merupakan tanda bahwasannya ia sungguh-sungguh dalam bertobat.
Dengan penyesalan, niscaya ia akan berhenti dan enggan untuk mengulangi
dosanya.
3. Berlepas diri dari perbuatan dosanya
Artinya:
ia meninggalkan secara total perbuatan-perbuatan dosanya. Ini merupakan syarat
yang paling penting dalam bertobat;
-
Jika ia telah berzina, maka segera tinggalkan
zina dan jangan sampai mengulanginya.
-
Jika ia telah mencuri/ korupsi, maka segera
bertobat dan mengembalikan uang yang diambilnya.
-
Jika ia telah menggunjing/ membicarakan kejelekan
orang lain, maka segera ia berhenti dari menggunjing dan menebusnya dengan cara
menyebutkan kebaikan orang yang ia gunjing di tempat ia menyebutkan
kejelekannya.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
{ قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا
يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ }
“Katakanlah kepada orang-orang kafir: “Jika
mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang
lalu”. [QS. Al-Anfal:
38]
-
Adapun jika dosanya berupa meninggalkan
kewajiban, maka ia segera menunaikan kewajibannya; yang tadinya tidak sholat maka segera ia
sholat, yang tadinya tidak membayar zakat maka segera ia bayar zakat, yang
tadinya tidak puasa fardhu maka segera ia mengqodhonya.
-
Jika dosanya berhubungan dengan hak Allah saja, maka segera
ia bertobat dan tidak perlu menceritakannya kepada orang lain, kecuali sebagai
pelajaran.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
« كل أمتي معافى إلا المجاهرين »
“Setiap umatku diampuni (dosanya) kecuali
orang yang (bangga) menampakkan perbuatan dosanya.” [HR. Bukhori: 6069 dan Muslim: 2990]
Yaitu: orang yang bangga menampakkan/
menceritakan perbuatan dosa yang telah dilakukannya.
4. Bertekad kuat untuk tidak mengulangi
perbuatan dosanya
Tidak
seperti tobat sambel dan tidak seperti tobatnya orang yang terpaksa karena
usahanya bangkrut atau karena hartanya ludes akibat judi.
5. Bertobat pada waktu dimana tobat masih
diterima, yaitu:
a. Sebelim sakaratul maut/ ajal tiba
b. Sebelum matahari terbit dari arah barat
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
{ وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ
يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي
تُبْتُ الْآنَ }
“Tobat itu tidak
diterima dari orang yang melakukan kejahatan, kemudian ketika ajalnya tiba
(barulah) ia mengatakan: “saya bertobat sekarang”. [QS. An-Nisa: 18]
Oleh karena itu, Fir’aun walaupun ia
beriman kepada Allah ketika ditenggelamkan di laut Merah, maka imannya tidak
bermanfaat lagi karena ajalnya telah tiba. [Lihat QS. Yunus: 90-91]
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
«من تاب قبل أن تطلع الشمس من مغربها، تاب الله
عليه»
“Barang siapa
bertobat (pada waktu) sebelum matahari terbit dari arah barat, niscaya Allah
akan menerima tobatnya.” [HR. Muslim: 2704]
Barangsiapa yang
benar-benar dalam bertobat dengan memenuhi lima syarat tersebut di atas niscaya
Allah akan menerima tobatnya. Sebagaimana Allah mensifati diri-Nya Maha Penerima
Tobat dalam firman-Nya:
{ إنه هو التواب الرحيم }
“Sesungguhnya Dia
Maha Penerima Tobat (lagi) Maha Penyayang.” [QS. Al-Baqarah: 37]
Bahkan telah disebutkan dalam hadits
shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori (3470) dan Muslim (2766), bahwa
Allah menerima tobat seorang dari bani Israil yang telah membunuh 100 orang.
Bahkan Allah Subhanahu
wa Ta’ala sangat
senang dengan tobat seorang hamba, melebihi senangnya orang yang kehilangan
unta dan bekalnya di padang pasir, sampai-sampai tidak ada harapan lagi untuk
hidup, kemudian tiba-tiba unta beserta perbekalannya muncul di hadapannya,
karena sangat senangnya ia salah berucap: “اللهم أنت عبدي وأنا ربك” (Ya Allah Engkau hambaku dan aku
tuhanmu). Sungguh Allah lebih senang dari orang tersebut. [HR. Muslim: 2747]
Oleh
karena itu jangan sampai kita ragu-ragu untuk bertobat, sungguh Allah akan
menerima tobat orang yang sungguh-sungguh dalam bertobat. Wallahu A’lam bish
showab… (Abu Zaid)
Referensi:
- Al-Qur`an Al-Karim
-
Shahih Bukhori
-
Shahih Muslim
- Syarh Riyadh
Ash-Shalihin, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.
0 komentar:
Posting Komentar