Halaman

Rabu, 10 Juli 2013

Buah Cinta Rasul


BUAH CINTA RASUL

Kaum muslimin rahimakumullah,
            Kalau kita bertanya pada setiap muslim, “Apakah engkau cinta kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam?” Niscaya mereka akan menjawab, “Tentu, saya mencintainya.”
            Namun, permasalahannya adalah: apakah kita semua sudah tahu, bagaimana cara mencintai beliau? Dan apa saja konsekuensi dari cinta Rasul?
            Itulah yang insya Alloh akan saya uraikan pada kesempatan ini, yaitu: cara mencintai Rasul kita dan konsekuensi dari cinta Rasul tersebut. Karena jangan sampai kita mengaku cinta kepadanya, tapi malah kita ‘sembrono’ atau bahkan melanggar petunjuknya.
            Di antara kewajiban kita sebagai seorang muslim adalah: kita harus mengakui dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Alloh yang diutus untuk seluruh manusia sebagai penutup para nabi sebelumnya.
            Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ 
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa’". [QS. Al-Kahfi: 110]
            Pada ayat yang lain Alloh 'Azza wa Jalla berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ 
Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” [QS. Al-Ahzab: 40]
            Dua ayat di atas menunjukkan pada kita bahwa kedudukan beliau sebagai seorang hamba tidak mungkin naik derajatnya menjadi tuhan. Oleh karena itu, tidak dibenarkan orang yang bertawassul atau istighotsah kepadanya. Alloh Subhanahu wa Ta'ala sendiri menolak hal tersebut dalam firman-Nya:
قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا  
Artinya: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan’". [QS. Al-Jin: 21]
            Terus, apa saja konsekuensi dari cinta Rasul? Apa saja kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap mukmin yang bersaksi bahwasannya ‘Muhammad adalah utusan Alloh’?
            Hal-hal yang wajib diwujudkan sebagai konsekuensi dari syahadat Rasul adalah:
1.      Membenarkan Semua Berita yang Datang dari Rasulullah
Kita tidak boleh meragukan, apalagi mendustakan berita-berita dari beliau dengan alasan berita itu bertentangan dengan akal atau zaman. Karena tidaklah Rasulullah menyampaikan berita itu, melainkan berasal dari wahyu yang Alloh turunkan padanya.
Alloh Subahanahu wa Ta'ala telah berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى  
Artinya: “Dan Tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [QS. An-Najm: 3-4]

Di antara berita darinya yang wajib kita imani yaitu: berita tentang tanda-tanda hari kiamat, seperti munculnya Dajjal dan turunnya Isa al-Masih, berita tentang nikmat dan siksa kubur, serta berita-berita ghaib lainnya.
2.      Menaati Rasulullah
Ketaatan padanya merupakan perwujudan sikap pengakuan terhadap kerasulan beliau. Alloh 'Azza wa Jalla telah berfirman:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ  
Artinya: “Barangsiapa yang menaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” [QS. An-Nisa: 80]
Ketaatan kepada Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meliputi dua sisi, yaitu:
a.      Dengan Menjalankan Perintah-perintahnya
Sudah seharusnya kita melaksanakan perintah-perintah beliau sebagaimana wasiat beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam sabdanya:
«فإذا أمرتكم بشيء فأتوا منه ما استطعتم»
Artinya: “Jika aku perintahkan sesuatu maka laksanakanlah sesuai dengan kemampuanmu.” [HR. Muslim: 1337]
Jangan sampai kita menolak perintah beliau, hanya karena secara kasat mata hadits beliau bertentangan dengan akal. Karena kalau sampai terjadi pertentangan  antara hadits dengan akal kita, padahal hadits tersebut shahih, maka sesungguhnya akal kitalah yang lemah; tidak mampu mencerna hadits tersebut sesuai dengan tuntutan.
Misal saja: perintah beliau untuk mencelupkan lalat yang jatuh dalam minuman baru kemudian dibuang, dan perintah beliau  untuk menjilat tangan setelah selesai makan. Walaupun secara kasat mata perintah tersebut bertentangan dengan akal (jorok), tapi ternyata setelah diadakan penelitian oleh para ilmuan, di sana ada hikmah yang luar biasa bagi kesehatan manusia.
b.      Dengan Menjauhi Seluruh Larangannya
Sebab adanya larangan tersebut adalah untuk mencegah manusia dari berbagai kerusakan yang membinasakanya sendiri, baik di dunia maupun di akherat.
Diantara larangan beliau yang mana kebanyakan umat Islam belum memperhatikannya misalnya: larangan dari memakan harta riba, mendengarkan musik, isbal (memanjangkan celana / pakaian melebihi mata kaki) bagi laki-laki, dan larangan dari menyerupai/ tasyabbuh dengan orang-orang kafir, baik dari segi pakaian, hukum, maupun adat kebiasaan yang menjadi ciri khas mereka.
Alloh Subahanahu wa Ta'ala telah berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ 
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” [QS. Al-Hasr: 7]
3.      Berhukum kepada Sunnah Rasulallah
Sebagaimana Alloh 'Azza wa Jalla telah berfirman:
Ÿفَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا 
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. ” [QS. An-Nisaa: 65]
            Itulah tiga konsekuensi dari Syahadat Rasul yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengaku bahwa dia cinta kepada baginda Nabi. Barangsiapa yang berusaha untuk mengamalkan tiga konsekuensi tersebut, niscaya dia tidak akan taklid buta/ fanatik sempit, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para ulama kita; walaupun mereka berselisih pendapat dalam suatu permasalahan, tapi mereka tetap menjaga persatuan di antara mereka. Di antaranya Imam Syafi’i rahimahullah berkata:
(إذا صحّ الحديث فهو مذهبي)
“Jika ada hadits yang shahih, maka itu adalah madzhabku.”
(كلّ حديث عن النّبي  فهو قولي, وإن لم تسمعوا منّي)
“Setiap hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah pendapatku, walaupun kalian belum pernah mendengarnya dariku.”
            Dengan mewujudkan 3 konsekuensi di atas niscaya akan tumbuh rasa cinta kita kepada Rasulallah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yang mana dengan cinta itu, kita akan mendapatkan buahnya, yaitu:
1.      Kita akan merasakan manisnya iman
Sebagaimana yang diisyarat dalam hadits Nabi :
« ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ»
Artinya: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang melakukan tiga perkara tersebut niscaya ia akan merasakan manisnya iman: Hendaknya Alloh dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada selain keduanya, hendaknya dia mencintai seseorang karena Alloh dan hendaknya dia benci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci jika hendak dilemparkan ke dalam neraka.” [HR. Bukhari: 6941 dan Muslim: 43]


2.    Dikumpulkan bersama beliau dalam surga
          Dari Anas bin malik radliallahu 'anhu berkata:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: «وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ؟» قَالَ: حُبَّ اللهِ وَرَسُولِهِ، قَالَ: «فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ»
“Datang seorang menemui Rasulallah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam lalu bertanya: ‘Wahai Rasulallah kapan hari kiamat terjadi?’ Beliau balik bertanya: ‘Apa yang engkau siapkan untuk menghadapi hari kiamat tersebut?’ Dia menjawab: ‘Cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya.’ Maka Rasulallah bersabda: ‘Sesungguhnya engkau kelak bersama orang yang engkau cintai (di surga).” [HR. Muslim: 2639]


Referensi:      1. Al-Qur’an Al-Karim
                        2. Shahih Bukhari
                        3. Shahih Muslim
                        4. Shahih Fiqh Sunnah
                        5. ‘Aqidah Tauhid
 

_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.

0 komentar:

Posting Komentar