Kalau kita perhatikan kondisi sebagian
besar umat Islam saat ini, baik yang muda ataupun yang tua, seolah-olah telah
hilang rasa percaya diri mereka dengan keislamanya yang dianutnya sejak kecil.
Mereka lebih percaya diri untuk tampil dengan mode/gaya orang-orang barat,
terpesona dengan gemerlap dunia dan lebih mengedepankan budaya barat yang
mereka anggap lebih `nge-trend` dan `modern`.
Padahal
kalau kita pelajari, syari’at Islam merupakan syari’at yang paling sempurna; yang
mengatur segala sisi kehidupan, yang menuntun kita ke jalan yang lurus menuju
kebahagiaan hakiki.
Lalu,
apakah kita akan mengikuti mereka yang mengidolakan para artis atau pemain
sepak bola secara berlebihan? tergiur dan mengekor tren barat/ kaum kafir,
memuji dan memujanya atau bahkan sampai ikut-ikutan merayakan `hari besar`
mereka, menganggap aneh dan risih ketika melihat kaum muslimin lainnya menjalankan
tuntunan Islam, atau bahkan dengan ketidaktahuannya ia mengolok-olok orang yang
menerapkan Sunnah Rosul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Itulah
di antara musibah yang menimpa umat Islam saat ini. Semua itu akibat tasyabbuh
dengan orang-orang kafir, yaitu sikap/perbuatan meniru-niru ajaran orang kafir,
atau menyerupai adat, budaya, pakaian, gaya hidup, tren/mode ataupun pemikiran
yang menjadi syi’ar (ciri khas) mereka.
Lupakah
kita dengan peringatan Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
«من تشبه بقوم فهو منهم»
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum
maka dia termasuk golongan mereka.” [HR.
Abu Daud: no. 4031, hadits hasan shahih]
Larangan
tasyabbuh bersifat umum; baik tasyabbuh dengan orang-orang kafir, tasyabbuh
dengan ahli maksiyat dan orang-orang yang menyesilihi syari’at (dalam hal-hal
yang menjadi ciri khas mereka), serta tasyabbuh dengan berbuatan syetan (seperti:
makan dengan tangan kiri). Baik disertai dengan niat ataupun tidak, keduanya
terlarang. [Lihat Iqtidha Ash-Shirat Al-Mustaqim: I/271]
Dalil-dalil
lain yang menunjukkan larangan tasyabbuh antara lain:
1. Firman
Allah ‘Azza wa Jalla,
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ
مِنْهُمْ }
“Wahai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman
setia(mu), mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara
kalian yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk
golongan mereka.” [QS. Al-Maidah: 51]
Dalam ayat ini Allah melarang kita dari tasyabbuh
dengan orang-orang kafir dari segi
menjadikan mereka sebagai teman setia. Karena seandainya kita jadikan mereka
sebagai teman setia kita, tidak mungkin mereka akan mencintai dan menolong
kita, kemudian mereka benci dan mencelakakan saudaranya yang seagama. [Lihat
Aisar At-Tafasir: I/642]
2. Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman:
{ وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ
مَرُّوا كِرَامًا }
“Dan orang-orang yanag tidak memberikan
kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan yang tidak bermanfaat, mereka berlalu dengan menjaga
kehormatan dirinya.” [QS. Al-Furqan: 72]
Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa
kata “az-zur” (الزور) dalam ayat ini bermakna: hari raya- hari raya orang musyrik,
juga berarti: kebohongan, kefasikan, kekufuran, omong kosong dan kebathilan. [Lihat
Tafsir Ibni Katsir: III/317]
Ayat di atas juga di antara dalil yang melarang
kita untuk menghadiri perayaan-perayaan orang kafir/musyrik yang penuh dengan
kemungkaran, omong kosong, musik, nyanyian dan kebathilan lainnya. [Lihat
Iqtidha Ash-Shirat Al-Mustaqim: I/478-481]
Di antara perayaan mereka, yang kebanyakan kaum
muslimin tergiur untuk mengikutinya dan tertipu olehnya, yaitu: acara perayaan `tahun
baru` dan `Valentine Day`, yang mana hakekat keduanya merupakan hari
raya kaum kafir.
Jauh-jauh hari, mereka menyiapkan acara
penyambutan malam pergantian tahun baru. Jutaan rupiah mereka habiskan begitu
saja untuk acara tersebut. Pada malam itu di antara mereka, tua muda, besar kecil,
laki-laki perempuan `tumplek blek` berdesak-desakan di tanah lapang,
diiringi musik dan nyanyian. Pada puncaknya mereka meniup terompet bersama-sama
dan menyulut mercon kembang api, larut dalam kemeriahan dan lalai dari
mengingat Allah ‘Azza wa Jalla.
Begitu juga ketika perayaan hari `Valentine`,
seolah-olah hari itu merupakan hari dihalalkannya zina. Muda-mudi dengan
enaknya bergandengan tangan, mesra-mesraan, bahkan sampai benar-benar melakukan
zina, dengan dalih untuk membuktikan rasa cintanya kepada pacar tercintanya, na’udzubillah...
Wahai saudaraku! Terutama kawula muda,
ketahuilah! Itu semua merupakan perbuatan haram dan nista. Selain termasuk
perbuatan tasyabbuh, hal itu juga menjadi sarana terjerumusnya seorang hamba
dalam kubangan dosa.
3. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
«خَالِفُوا المُشْرِكِينَ: وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ»
“Selisihilah kaum musyrik: Biarkan jenggot dan potonglah
kumis” [HR. Bukhari: 5892 dan Muslim: 259]
Dalam hadits ini Rasulullah melarang kita dari tasyabbuh
dengan orang musyrik dan memerintahkan kita untuk memanjangkan jenggot serta
memendekkan kumis. Dikarenakan juga, hal itu merupakan bentuk tasyabbuh dengan
kaum wanita. [Lihat Shahih Fiqh Sunnah: I/102, III/23]
Oleh karena itu jangan sampai kita menghina/ mengolok-olok
orang yang melaksanakan petunjuk Nabi ini. Jangan sampai kita menuduh orang
sebagai teroris, hanya karena berjenggot dan celana cingkrang, karena keduanya
merupakan sunnah Rasul kita.
Seandainya ada seorang muslim yang mencela hal
itu, berarti ia mencela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
para Sahabat, berarti ia telah mencela Islam -agamanya sendiri-, na’udzubillah…
Saudaraku, ingatlah! Itu bukanlah sesuatu yang
sepele, karena sikap mencela sesuatu dari syariat Allah maupun Rasulnya
merupakan salah satu pembatal keislaman, yang bisa mengeluarkan seseorang dari
keislamanya. Hendaklah ia segera bertobat, memohon ampun kepada Allah dan
berusaha mempelajari Islam dengan benar, sehingga ia tidak berucap tanpa ilmu.
Sangat
menyedihkan, pada zaman sekarang suatu yang sunnah dianggap `nyleneh` dan
diolok-olok, tapi suatu yang jelas-jelas sebuah kemaksiatan dianggap `lumrah`
dan dibiarkan begitu saja.
Pembaca
yang budiman, itulah di antara dalil yang menunjukkan larangan tasyabbuh dengan
orang-orang kafir. Baik dalam urusan agama, adat, budaya, sistem, pemikiran
ataupun pakaian yang telah menjadi syi’ar (ciri khas) mereka, maka tasyabbuh
denganya dilarang. Karena perbuatan itu akan menjadi sumber kerusakan umat
Islam dan penyebab merosotnya akhlak generasi Islam.
Cukuplah
hadits berikut menjadi pengingat kita dari perbuatan tasyabbuh:
«لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ»
“Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan
orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta,
sampai seandainya mereka masuk lubang biawak kalian akan mengikutinya.” [HR. Bukhari: 7320 dan Muslim: 2669]
Wallahu A’lam bishshowab…[Abu Zaid
Al-Kebumeny]
Referensi:
1-
Tafsir Ibnu Katsir, cet. Syarikah Ar-Riyadh Th. 1996
2-
Aisar At-Tafasir, cet. Maktabah Al-Ulum wa Al-Hikam – Madinah Th.
1997
3-
Al-Kutub As-Sittah, cet. Dar As-Salam – Riyadh Th. 1999
4-
Sunan Abu Daud, cet. Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah – Riyadh
5-
Iqtidho Ash-Shirat Al-Mustaqim, cet. Dar Al-‘Ashimah – Riyadh Th.
1998
- Shahih
Fiqh Sunnah, cet. Al-Maktabah At-Taufiqiyah – Mesir
_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.
0 komentar:
Posting Komentar