Halaman

Kamis, 04 April 2013

Wasilah dalam Berdo'a




              Merupakan sebuah keharusan, agar do’a yang kita panjatkan dikabulkan oleh Alloh 'Azza wa Jalla, kita bersungguh-sungguh dalam berdo’a. Bahkan disyariatkan untuk bertawassul dalam berdo’a, agar kita bisa taqorrub (mendekatkan diri) kepada Alloh, sehingga do’a kita terkabul.
Namun sangat disayangkan masih ada sebagian kaum muslimin yang berlebihan dalam bertawassul. Karena sangat semangatnya agar do’anya terkabul, mereka bertawassul dengan sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Bahkan yang lebih menyedihkan, sebagian mereka terjatuh dalam perbuatan syirik.
Memang tujuan mereka baik; mereka ingin mendekatkan diri dengan wasilahnya. Tapi, karena hal itu tidak sesuai dengan syariat, maka bukanya dia mendapat pahala malah menuai dosa, na’udzubillahi min dzalika.
             Sesungguhnya, yang mereka lakukan tersebut tidak beda dengan yang dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy. Dimana mereka menjadikan berhala, malaikat dan arang-orang sholeh sebagai wasilah dalam berdo’a. Sebagaimana Alloh 'Azza wa Jalla gambarkan perbuatan mereka dalam firman-Nya:
Artinya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Alloh-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh (berkata): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya’. Sesungguhnya Alloh akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Alloh tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” [QS. 'Azza wa Jalla-Zumar: 3]
            Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwasannya kaum musyrikin Quraisy adalah kaum yang mengakui rububiyah Alloh. Mereka mengimani bahwasannya hanya Alloh-lah yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki dan mengatur alam ini. Tapi mereka menyekutukan Alloh dalam hal peribadatan pada-Nya. Itulah yang menjadi sebab kenapa mereka tetap diperangi oleh Rasulullah dan para sahabat.
            Hal serupa juga terjadi pada kaum Nabi Nuh ‘Alaihis Salam. Mereka menyembah patung-patung orang sholeh untuk mendekatkan diri kepada Alloh. Tapi Alloh menentang hal tersebut dan menetapkannya sebagai sebuah kesesatan.
Alloh 'Azza wa Jalla berfirman:
  
Artinya: “Dan mereka berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr.’ Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan.” [QS. Nuh: 23-24]
             Kaum muslimin, sekarang kita tahu bahwasannya wasilah dalam do’a dengan patung, batu, keris, pohon besar ataupun orang yang sudah meninggal terlarang dalam Islam. Terus apa saja wasilah yang disyariatkan dalam Islam?
Itulah kesempurnaan Islam; ketika Islam mengharamkan sesuatu, maka ia menghalalkan lainnya yang lebih baik dari yang diharamkan tersebut.
Ada tiga wasilah yang disyariatkan dalam agama kita, di antaranya:
1.    Asmaa`ul Husna
Caranya: ketika kita ingin berdo’a, kita memuji Alloh dengan menyebut nama-nama-Nya yang indah (asmaa`ul husna) terlebih dahulu, barulah kemudian kita panjatkan permohonan kita. Alloh 'Azza wa Jalla telah berfirman:
 
Artinya: “Hanya milik Allah asmaa`ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa`ul husna itu…” [QS. Al-A’rof: 180]
2.    Amal sholeh
Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, mengenai tiga orang yang terjebak dalam gua, karena mulut gua tersebut tertutup oleh batu besar. Kemudian mereka bertiga berdo’a dan masing-masing berwasilah dengan amalnya yang terbaik yang pernah mereka lakukan.
-  Orang pertama berwasilah dengan amal sholehnya dalam berbakti kepada orang tua.
-  Orang kedua berwasilah dengan  amal sholehnya dalam meninggalkan zina karena takut pada Alloh 'Azza wa Jalla.
-  Orang ketiga berwasilah dengan amal sholehnya dalam menjaga amanah.
Setelah mereka bertiga selesai berdo’a maka terbukalah mulut gua tersebut, sehingga mereka bisa keluar darinya.
3.    Do’anya orang sholeh yang masih hidup
Artinya kita meminta orang sholeh yang masih hidup untuk mendo’akan kebaikan bagi kita. Hal itu sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ummu Darda` Radhiallohu ‘Anha, dimana beliau meminta sahabat Shofwan Radhiallohu ‘Anhu untuk mendo’akannya, seraya membawakan hadits dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:
«دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ»
Artinya: “Do’a seorang muslim untuk saudaranya secara tersembunyi mustajab.” [HR. Muslim: 2733]
Akan tetapi yang lebih utama/afdhol, kita memohon secara langsung kepada Alloh 'Azza wa Jalla, tanpa meminta orang lain untuk mendo’akan kita. Karena hal itu akan membuat kita lebih bertawakkal kepada Alloh, dan dikarenakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  telah bersabda:
«مَنْ يَكْفُلُ لِي أَنْ لَا يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا، وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ»
Artinya: “Barang siapa yang menjamin untukku dengan tidak meminta apapun kepada manusia, maka aku jamin surga baginya.” [HR. Abu Daud: 1643, hadits shohih]
            Kalau boleh diumpamakan syariat Islam itu ibarat apotek lengkap yang buka 24 jam; setiap kali orang butuh obat maka ia menyediakannya, setiap kali orang menghadapi masalah maka Islam datang dengan solusinya.
            Begitu juga dalam masalah tawassul ketika berdo’a, Islam telah memberikan solusinya. Oleh karena itu, kita tidak boleh melampaui batas, sampai bertawassul dengan sesuatu yang terlarang, karena sudah ada tiga wasilah yang disyariatkan, yaitu:
a.    Bertawassul dengan asmaa`ul husna,
b.    Bertawassul dengan amal sholeh kita, dan
c.    Bertawassul dengan do’a orang sholeh yang masih hidup.
           Saudaraku, tugas kita sebagai seorang hamba adalah berusaha dan berdo’a semaksimal mungkin, kemudian bertawakkal pada Alloh 'Azza wa Jalla. Kemudian kita harus yakin, apapun yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita, karena Alloh Mahatahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
           Alloh 'Azza wa Jalla telah berjanji akan mengabulkan do’a yang kita panjatkan selama tidak ada penghalang . Akan tetapi terkadang Alloh tidak mengabulkan do’a sesuai permintaan kita. Karena ada tiga bentuk pengabulan do’a, yaitu:
1)    Disegerakan di dunia,
2)    Diakhirkan sampai di akhirat kelak, dan
3)    Diselamatkan dari musibah yang senilai dengan do’anya.
           Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  telah bersabda:
« مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا »
Artinya: “Tidaklah seorang muslim berdo’a kepada Alloh 'Azza wa Jalla dengan sebuah do’a yang tidak mengandung dosa dan tidak pula untuk memutus tali silaturahmi, melainkan Alloh akan mengabulkannya dengan satu di antara tiga kemungkinan: baik permintaannya disegerakan di dunia, atau diakhirkan di akherat kelak ataupun diselamatkan dari musibah yang senilai dengan do’anya.” [HR. Ahmad: 11133, sanadnya baik]
            Akhirnya, semoga kita bisa mengambil pelajaran dari uraian yang singkat ini dan mengamalkannya pada kehidupan sehari-hari. Dan semoga Alloh 'Azza wa Jalla memberikan kekuatan kepada kita agar tidak goyah dalam menapaki jalan-Nya yang lurus yang penuh dengan seruan yang ingin membelokkan kita dari jalan-Nya. Wallohu A’lam bishshowab.
_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.

Referensi:
1.    Al-Qur`an Al-Karim
2.    Mausu’ah Ahli Sunnah, karya Abdurrahman Dimasyqiyah
3.  Mishbah Al-Munir, karya Shofiurrahman Al-Mubarakfury

0 komentar:

Posting Komentar