Halaman

Kamis, 17 Mei 2012

Sunnah-sunnah di Hari Raya Idul Adha


Sepercik Sunnah di Hari Qurban

Alhamdulillah, dua bulan yang lalu umat Islam telah merayakan hari raya ‘Idul Fitri, setelah sebulan penuh di bulan Ramadhan berjuang melawan hawa nafsu. Sebentar lagi in sya Allah kita akan berjumpa dengan hari raya ‘Idul Adha. Hari dimana jamaah haji dari penjuru dunia berkumpul di tanah haram untuk menunaikan ibadah hajinya. Ibadah ini telah disyariatkan semenjak masa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Pada waktu tersebut juga disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban, yang mana awal mula syariat tersebut adalah sebagai pengganti dari pengorbanan Nabi Ismail dan ayahnya (Nabi Ibrahim)’Alaihimassalam, atas ketaatan mereka menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Pembaca yang budiman, sekilas kita menyaksikan pemandangan pada pagi hari raya lebih tenang dari pada hari-hari yang lain. Gemuruh lalu lalang orang yang bekerja berkurang, gema takbir menggelegar, sedikit lambain dedaunan hijau menambah syahdu pemandangan pada pagi hari itu. Laki-laki, perempuan, tua-muda, para pejabat, rakyat, si kaya dan si miskin, semuanya mengalir menuju mushala [tanah lapang] untuk mengikuti ataupun sekedar menyaksikan pelaksanan sholat ‘Ied. Bahkan para wanita yang sedang haid disunahkan untuk menghadiri [menyaksikan] shalat tersebut. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Atiyah:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam memerintahkan kami untuk menyuruh para wanita yang sedang haid untuk hadir ke mushala [tanah lapang tempat pelaksanaan shalat] kaum muslimin.” [muttafaq ‘alaih]

Untuk menambah kesempurnaan ibadah kita -saat menghadiri shalat ied- hendaknya kita memperhatikan sunnah-sunnahnya, diantaranya:

1.     Mandi di pagi hari sebelum beragkat ke mushala.
Sebagaimana khabar yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i Rohimahulloh ketika Ali binAbi Thalib ditanya tentang disyariatkannya mandi, maka beliau menjawab: ”Pada hari Jum’at, hari ‘Arofah, ‘Idul Adha dan ‘Idul Fitri.” [sanadnya shahih]

2.     Memakai pakaian yang terbaik dan minyak wangi.
Sahabat Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
”Rasullullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam memerintahkan kami untuk memakai pakaian dan minyak wangi terbaik kami” [H.R. Hakim, dengan sanad la ba’sa bihi].

Tapi ini adalah anjuran untuk laki-laki, sedangkan kaum wanita tidak boleh pergi atau keluar rumah dengan memakai minyak wangi karena Rasulullah Shollallohu ‘Alahi waSallam telah bersabda yang artinya:
”Janganlah engkau menahan hamba-hamba Allah [dari kaum wanita] menuju ke masjid, dan hendaklah mereka keluar dengan tidak memakai minyak wangi.” [H.R. Ahmad dan Abu Dawud].

Namun, yang disayangkan pada zaman sekarang ini, justeru perginya mereka ke masjid malah menjadi fitnah bagi kaum laki-laki karena mereka tidak menutup aurat dengan baik, padahal Allah telah berfirman yang artinya:
“Dan janganlah [kaum wanita]memperlihatkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa nampak, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya sampai ke dada mereka.” [Q.S. An-Nuur: 31]

3.     Menahan makan dan minum hingga pulang dari shalat Idul Adha.
Sahabat Buraidah Rodhiyallohu ‘Anhu berkata:
”Rasulullah Shollallohu ‘Alahi waSallam tidak keluar [untuk sholat Idul Fitri] sampai makan terlebih dahulu, sedangkan pada hari Idul Adha Beliau tidak makan sampai pulang [dari shalat] dan Beliau makan dari hewan kurbannya.” [H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, hadits hasan]

4.  Memperbanyak takbir, dari waktu fajar hari ‘Arofah hingga selepas shalat ‘Ashr pada hari terakhir dari hari tasyrik (13 Dzulhijjah).
Allah berfirman yang artinya: ”Hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu” [Q.S. Hajj: 37].

Adapun contoh lafadz takbir adalah apa yang dicontohkan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu: Allahu Akbar Allahu Akbar, laa Ilaaha illallahu wallahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dengan sanad shohih]

5.     Pergi ke mushala [tempat shalat] dengan berjalan kaki.
Hal tersebut biasa dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alahi waSallam sebagaimana khabar yang disampaikan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu:
”Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam biasa pergi dan pulang dari sholat ‘ied dengan berjalan kaki” [H.R. Ibnu Majah, hadits hasan]
Tapi, seandainya tempat sholatnya jauh maka tidak mengapa memakai kendaraan.

6.     Pergi dan pulang dari tempat shalat melewati jalan yang berbeda,
Sebagaimana hal itu dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alahi waSallam ketika hari raya [pergi dan pulang sholat ‘ied] melewati jalan yang berbeda” [H.R. Bukhari].

Salah satu hikmah disyariatkan hal tersebut adalah untuk memperlihatkan syiar Islam, sehingga akan membuat gentar musuh-musuh Islam ketika melihat besarnya jumlah umat Islam.

7.     Mendengarkan khutbah setelah shalat ‘ied
Khutbah shalat ‘ied dilaksanakan sekali setelah shalat. Hukum mendengarkannya adalah sunnah, hal tersebut berdasarkan hadits shahih, bahwasanya Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya kami berkhutbah, barang siapa yang mendengarkannya maka duduklah dan barang siapa yang ingin pergi maka pergilah.” [H.R. Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah]

8.      Melaksanakan sholat ‘ied di tanah lapang
Hal ini untuk menunjukan syiar Islam, menjalin ukhuwah atau persaudaraan antara sesama dan itu sesuai dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudriy Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam keluar pada hari ’Idul Fitri dan ‘Idul Adha ke mushola [tanah lapang untuk shalat] dan beliau mengawalinya dengan sholat" [H.R. Bukhari dan Muslim dan An-Nasai], kecuali ketika turun hujan atau udzur lain maka tidak mengapa melaksanakannya di masjid.

Kaum muslimin Rahimakumullah, itulah beberapa adab yang hendaknya kita lakukan pada hari raya ‘Idul Adha. Selain itu disunnahkan bagi kita pada pagi dan sore hari ‘Arofah untuk mengucapkan doa, sebagaimana Rasulalaah Shollallohu ‘Alahi wa Sallam bersabda: 
"Sebaik-baik apa yang aku ucapkan dan yang diucapkan oleh para nabi di sore hari ‘Arofah adalah: Laa Ilaaha illallohu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syai`in Qodiir.” [Shahih Istighfar, Silsilah As-Shahihah: 1503].

Semoga kita termasuk orang yang istiqomah dalam ketakwaan. Wallohu a’lam bihs showab.

_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.


Maroji:
1.     Minhajul Muslim
2.     Shohih Fiqih Shunah
3.     Al Mulakhos Al Fiqhiy
4.     Majalah Qiblati, Edisi 03 Tahun lll, Desember 2007 M

0 komentar:

Posting Komentar