Kaum muslimin, kenyataan yang terjadi di
masyarakat kita, ketika mendengar ada tetangganya yang melakukan zina, maka
mereka akan tersentak kaget, terus ribut dan langsung mengolok-olok pelakunya
tanpa henti. Seolah-olah dosa tersebut tidak akan pernah terampuni. Bahkan
pelaku ataupun keluarganya ada yang bunuh diri lantaran tidak kuat menahan
malu.
Namun
ketika ada tetangganya yang berbuat syirik (menyekutukan Alloh), seperti:
menyembelih ayam cemani untuk sesaji di tempat yang angker, pergi ke dukun
pesugihan, minta jampi-jampi, pelet ataupun kesaktian, mandi kembang keris-keris keramat, sedekah laut, tabarruk dengan ahli kubur, maka mereka cenderung
bersikap acuh tak acuh dan menganggap perbuatan syirik tersebut adalah perkara
sepele.
Benar,
zina merupakan perbuatan dosa besar yang sangat keji dan kita harus membencinya
serta menjauhinya. Tapi, hendaknya kita lebih risih, lebih benci dan lebih menjaga
diri dari perbuatan syirik. Karena syirik merupakan dosa besar yang paling
besar, yang tidak diampuni sampai pelakunya benar-benar bertobat sebelum
ajalnya tiba.
Sebuah kenikmatan yang agung, Alloh Subhanahu
wa Ta’ala telah mengutus Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sebagai hujjah atas umat manusia. Beliau
datang dengan membawa risalah Islam yang membenahi urusan manusia dari segala
sisi kehidupan, mengentaskan manusia dari jurang kenistaan dan memerdekakan
manusia dari genggaman jahiliyah. Sehingga tampilah tokoh-tokoh Islam yang
menggentarkan dunia.
Karena
alasan itu semua, kita harus sadari bahwasannya tidak ada peribadatan melainkan
bagi Alloh semata. Tidak ada pengagungan yang mutlak selain kepada-Nya.
Tidaklah kita berpegang teguh melainkan kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah
(petunjuk Nabi). Karena Islam adalah agama tauhid yang mengesakan Alloh Subhanahu
wa Ta’ala, baik dalam hal peribadatan, rububiyah maupun nama-nama dan
sifat-sifat-Nya yang sempurna.
Tidak
ada satupun dari makhluk-Nya yang berhak untuk diibadahi, bahkan malaikat yang
dekat dengan-Nya ataupun Nabi yang diutus-Nya mereka tidak berhak barang sedikitpun
peribadatan atas makhluk. Apalagi orang-orang selain keduanya yang lebih rendah
derajatnya di sisi Alloh, tentu lebih tidak berhak. Karena ibadah merupakan hak
tunggal Robb semesta alam. Dialah Alloh Yang Mahaesa, Mahaagung, Mahatinggi,
Mahamulia, Maha Berkehendak dan Mahasempurna; tidak ada satupun dari
makhluk-Nya yang menyamainya.
Alloh
Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
Artinya: “Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar Maha Melihat.” [QS.
Asy-Syuro: 11]
Oleh
karena itu, barang siapa yang mengalihkan peribadatan kepada selain Alloh,
sungguh ia telah berbuat kedzaliman yang besar, merampas hak dan menghilangkan
keadilan. Sehingga Alloh ‘Azza wa Jalla tidak mengampuni dosa syirik sampai
pelakunya benar-benar bertobat sebelum ajalnya menjemput.
Alloh
Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidak ada bagi orang-orang dzalim itu
seorang penolongpun.” [QS. Al-Maidah: 72]
Maka
dari itu, Alloh ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menutup rapat-rapat segala wasilah/perantara yang bisa
mengantarkan manusia ke dalam perbuatan syirik, di antaranya:
1)
Larangan dari shalat sunnah mutlak (shalat sunnah yang tidak
memiliki sebab) pada waktu setelah shalat Shubuh sampai matahari terbit
setinggi tombak dan antara setelah shalat ‘Ashar sampai terbenam matahari.
Rasulallah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
telah bersabda:
«لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى
تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ»
Artinya: “Tidak
ada shalat setelah shalat Shubuh sampai matahari meninggi, dan setelah shalat ‘Ashar
sampai terbenam matahari.” [HR. Bukhari: 586 dan Muslim: 827]
Hal
tersebut dilarang karena menyerupai orang-orang kafir yang menyembah matahari
saat terbit dan saat terbenam.
2)
Larangan dari shalat
menghadap ke kuburan
Perkara
tersebut dilarang karena menyerupai kaum yang menyembah kuburan. Dimana mereka
menuhankan orang yang telah dikubur, meminta-minta padanya dan ber-istighotsah
padanya, bahkan ada yan sampai thowaf mengelilingi kuburannya.
Rasulallah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda:
«لَا تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا»
Artinya: “Janganlah
kalian shalat menghadap kuburan dan janganlah kalian duduk di atasnya.” [HR.
Muslim: 972 dan Nasai: 760]
Padahal
Alloh 'Azza wa Jalla telah memerintahkan kita untuk berdo’a/memohon
langsung kepada-Nya. Dia berfirman:
Artianya:
“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (enggan
berdo’a) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’". [QS.
Ghafir: 60]
Selain
itu do’a adalah ibadah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah hadits:
«الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ»
“Do’a adalah ibadah” [HR. Abu Daud: 1479, Tirmidzi: 2969 dan Ibnu
Majah: 3828]
Sebagaimana ibadah, tidak boleh
dipersembahkan kepada selain Alloh, begitu juga do’a tidak boleh dipalingkan
kepada selain-Nya.
3)
Larangan dari bersikap ghuluw/berlebih-lebihan dalam memuji
seseorang.
Karena
hal tersebut akan mendorong pelakunya untuk menuhankan orang tersebut. Bahkan
sampai terhadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam; orang yang
paling mulia dan paling tinggi derajatnya di sisi Alloh, kita dilarang untuk
berlebih-lebihan dalam memujinya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda:
«لاَ تُطْرُونِي، كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى
ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ، وَرَسُولُهُ»
Artinya: “Janganlah kalian berlebih-lebihan
dalam memujiku sebagaimana orang Nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin
Maryam. Saya hanyalah hamba-Nya. Maka katakanlah: ‘Hamba dan utusan Alloh!’”
[HR. Bukhari: 3445]
4)
Larangan dari membangun kuburan dan menjadikannya sebagai masjid
Hal ini
karena menyerupai apa yang dilakukan orang Yahudi dan Nasrani, yang pada
akhirnya akan menjerumuskan manusia pada penyembahan terhadap penghuni kubur
tersebut, serta timbul keyakinan bahwa orang yang telah mati tersebut bisa
memberi manfaat dan menghilangkan keburukan. Atau menjadi perantara yang
menyampaikan do’anya kepada Alloh 'Azza wa Jalla. Itu semua merupakan
perkara bathil; tidak dibenarkan dalam Islam.
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda:
«لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى اليَهُودِ وَالنَّصَارَى،
اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ»
Artinya: “Alloh
melaknat orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabi sebagai
masjid.” [HR. Bukhari: 435 dan Muslim: 531]
Beliau
juga bersabda:
«إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ
السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ، وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ»
Artinya: “Sesungguhnya termasuk
sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang ketika Kiamat datang mereka masih
hidup dan orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid.” [HR. Ahmad:
6/394, 7/209]
Kaum muslimin, dari contoh-contoh larangan di
atas, kita tahu betapa besar perhatian Nabi kita dan betapa besar perhatian
Islam untuk mewujudkan tauhid yang murni bagi Alloh semata. Betapa besar
peringatan Nabi atas umatnya dari segala hal yang bisa membatalkan tauhid,
yaitu syirik (menyekutukan Alloh dengan makhluknya). Mengingat betapa banyak bahaya
syirik, diantaranya:
a.
Syirik merupakan dosa besar yang paling besar,
b.
Syirik besar bisa merusak seluruh amal sholeh yang telah
dikerjakan,
c.
Amal-amal kebajikan yang dikerjakan tidak diterima di sisi Alloh,
d.
Dosa syirik tidak diampuni sampai pelakunya benar-benar bertobat
sebelum sakaratul maut, dan
e.
Pelaku syirik kekal di neraka.
Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa
meningkatkan ilmu kita tentang Islam, agar kita tidak terjerumus pada perbuatan
yang bisa merusak agama kita disebabkan kebodohan kita. Semoga Alloh 'Azza
wa Jalla senantiasa menuntun kita agar tetap berjalan di atas jalan-Nya
yang lurus dan melindungi kita dari segala bentuk kesyirikan. Amiin…
Wallohu A’lam bishshowab. [Abu Zaid Al-Kebumeny]
Referensi:
-
Al-Qur`an Al-Karim
-
Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur`an
-
Shahih Bukhari
-
Shahih Muslim
-
Sunan Abu Daud
-
Sunan Tirmidzi
-
Sunan Ibnu Majah
- Musnad
Imam Ahmad_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.
0 komentar:
Posting Komentar