Halaman

Kamis, 04 April 2013

Bersegeralah



Pembaca yang budiman, hampi-hampir kemerosotan akhlaq masyarakat kita menjadi sesuatu yang lumrah. Hal itu karena banyaknya pelanggaran norma/ aturan syariat ; dari permasalahan kenakalan remaja, kasus korupsi triliyunan rupiah, perampokan, pelacuran sampai pembunuhan.
Yang menyedihkan,  terkadang itu semua dilakukan oleh orang-orang terpelajar dan berpangkat. Itu menunjukan bahwa ilmu yang mereka miliki tidak bermanfaat bagi agamanya, apalagi bagi orang lain, na’uzu billah.
Tentunya semua itu ada sebabnya, diantara sebab yang bisa menjerumuskan  seseorang dalam kubungan dosa tersebut adalah :
1.      Menuruti hawa nafsu
Sesungguhnya sikap ini akan menjauhkan seorang hamba dari Rabbnya; semakin ia mengikuti hawa nafsunya, semakin ia jauh dari petunjuk-Nya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya :
{ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ }
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Qashas: 50)
2.      Tak ada rasa diawasi Allah  (muroqobatullah)
Ketika muroqobatullah hilang dari hati seseorang,  ia akan merasa bebas untuk melakukan apa saja; seorang pelajar akan mencontek ketika ujian saat pengawasnya tidak memperhatikannya, seseorang mencuri ketika suasana lengah, tidak ada yang melihatnya, seorang koruptor akan memalsukan data dan merekayasa aliran dana karena merasa tidak ada yang tahu. Tapi sungguh Allah Maha Tahu dengan setiap kejadian, baik di langit maupun di bumi, sampai sesuatu yang sangat rahasia.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya :
{ وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ }
“Dan kunci-kunci semua yang ghaib ada pada-Nya ; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya, tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan  bumi dan tidak pula sesuatu yang basah  atau yang kering, yang tidak tertulis  dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am : 59)
3.      Riya
Waspadalah dengan penyakit ini, karena ia akan menggerogoti amal kebajikan kita, sehingga usaha kita sia-sia. Orang yang terserang penyakit ini, akan selalu menampakan amal kebaikannya dan bermuka manis di hadapan orang lain. Tapi di belakang  menikam dan terlihat belangnya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya :
{ فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ . الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ . الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ }
”Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, yang berbuat riya.” (QS. Al-Ma’un : 4-6)
Maksudnya : Ia memperlihatkan kepada manusia bahwasanya ia shalat karena taat, tapi sebenarnya ia hanya berpura-pura, sebagaimana orang fasik yang melaksanakan shalat hanya ingin dikatakan bahwa ia rajin shalat (Lihat Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an : 20/195), dan ketika tidak ada orang lain ia melakukan kemaksiatan yang besar – yaitu meninggalkan sholat fardhu–.
4.      Tidak ada rasa sabar
Imam Ibnu Al-Jauziy berkata:
”Tidak ada sesuatu yang sulit melebihi kesabaran, baik sabar dari sesuatu yang ia cintai maupun sesuatu yang ia benci.” (Shoid Al-Khatir: 56)
Kesabaran bagaikan tameng, jika kita tidak mempunyai tameng ini, maka tidak mungkin kita menolak kemaksiatan yang kira sukai, ataupun menjalankan aturan syariat yang tidak kita sukai.
Oleh karena itu Nabi telah memperingatkan kita dari hal tersebut dalam sabdanya:
( حُفَّتِ الجَنَّةُ بِالمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ )
”Surga itu diliputi oleh sesuatu yang tidak disukai, dan neraka diliputi oleh sesuatu yang menyenangkan.” (HR. Muslim: 2822 dan Tirmidzi: 2559)
Barang siapa sabar dalam menghindari maksiat dan menjalankan syariat, niscaya ia terbebas dari kekangan hawa nafsunya.
5.      Terbujuk rayuan syetan
Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagi kita, mereka tidak akan pernah rela dengan ketaatan yang kita lakukan, sehingga ia akan selalu berusaha menjerumuskan kita dalam perbuatan dosa dan kebinasaan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
{ قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ }
”Ia (iblis) berkata,”Ya Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan sesatkan mereka semua.” (QS. Al-Hijr: 39)
6.      Terbiasa melakukan maksiat
Ketika kita melakukan sebuah maksiat, maka muncul di hati kita titik noda yang pada akhirnya akan menutupi hati ini dari petunjuk dan kebenaran. Jika kita tidak segera bertaubat, maka hati kita akan benar-benar tertutup dan mati; larut dalam kemaksiatan. (Lihat: Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an: 19/227)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
{ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ }
”Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
( إِنَّ العَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ {كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ )
“Sesungguhnya seorang hamba, jika melakukan perbuatan dosa, akan muncul noda hitam di hatinya. Jika ia segera berhenti  (dari perbuatan dosanya), beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, maka hatinya dibersihkan kembali. Tapi jika ia kembali (melakukan perbuatan dosa), maka noda hitam itu akan bertambah,  sampai menutupi seluruh hatinya. Itulah adalah “ar-ran”  yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya : ”Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (HR. At-Tirmidzi: 3334, dia berkata: hadits hasan shohih)
7.      Ilmu yang tidak barokah/tidak bermanfaat
Kita saksikan tidak sedikit orang yang berilmu atau berpangkat, tapi ia seperti  orang yang belum mengenyam pendidikan; ilmu yang ia pelajari tidak memberi pengaruh positif dalam ibadahnya, tidak pula pada akhlaknya/ perangainya ataupun pergaulannya dengan masyarakat, bersikap sombong dan merendahkan orang lain. (Lihat: Kitab Al-Ilmi, karya Syeikh Al-Utsaimin, hlm: 241)
Ia sudah tahu maksiat tapi ia terjang,  ia tahu dosa tapi ia tetap santai melakukannya. Nauzu billah….
Kaum muslim rahimakumullah, itulah beberapa sebab yang bisa menjerumuskan seorang hamba dalam jurang kemaksiatan dan dosa. Selain hal-hal tersebut ada penyebab-penyebab  lainnya, seperti : kebodohan, syubhat, dan syak (keragu-raguan).
Kalau kita amati, sebagian besar sebab-sebab di atas berkaitan dengan hati. Dalam hal ini Ibnu Qoyyim Rahimahullah berkata :
”Hati itu perlu dijaga agar tetap kuat,  yaitu : dengan keimanan dan ketaatan  (kepada Allah), serta dijaga dari hal-hal yang bisa merusaknya/ membuatnya sakit, yaitu : dengan menjauhi dosa dan maksiat serta perkara-perkara yang menyimpang.” (Lihat: Ighotsah Al-Lahfan: 1/17)
Jika sekarang kita dalam kondisi terjerumus, maka bersegeralah untuk memohon ampunan dari-Nya dan bertaubat dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah akan mengampuni kita dan menyucikan hati kita dari noda-noda penghalang hati dari cahaya Ilahi.
Bersegeralah untuk melawan sebab-sebab terjerumusnya seseorang dalam perbuatan dosa, dengan menghiasi diri kita dengan hal-hal yang disyariatkan, diantaranya :
1.      Mengendalikan hawa nafsu
2.      Muroqobatullah (selalu merasa diawasi Allah)
3.      Ikhlas dalam beramal
4.      Sabar dalam ketaatan dan menjahui maksiat
5.      Berlindung kepada Allah dari godaan syetan
6.      Segera beristigfar dan bertaubat setiap kali terjatuh dalam perbuatan dosa
7.      Beramal dengan ilmu agama yang telah kita pelajari
8.      Bersihkan hati dari segala penyakit, seperti: syirik, iri, dengki, dan lainnya.
Semoga Allah Ta’ala’ senantiasa memberi kita hidayah taufik (kekuatan untuk beramal) setelah Dia menunjuki kita jalan-Nya yang lurus. Wallahu A’lam Bish Showab.

Referensi:
-  Al-Qur’an Al-Karim
-  Al-Jami Li Ahkam Al-Qur’an, karya Imam Qurtubi Rahimahullah
-  Shohih Muslim
-  Ighotsah Al-Lahfan, karya Imam Ibnu Qoyyim Rahimahullah
-  Shoid Al-Khotir, karya Imam Ibnu Al-Jauzi Rahimahullah
 - Kitab Al-Ilmi, karya Syeikh Al-Utsaimin Rahimahullah

_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.

Taubat




Sering kita mengaku, bahwasannya kita adalah orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan kita sangat tersinggung ketika ada orang yang menasehati kita agar senantiasa menjaga iman dan taqwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
            Kita sering lupa, bahwasannya iman itu naik-turun. Mau mengakui atau tidak, sesungguhnya kita manusia biasa; sering berbuat kesalahan dan dosa.
            Oleh karena itu, tidak sepantasnya kita sombong dan enggan untuk bertobat dari perbuatan dosa kita. Karena barang siapa yang tidak mau bertobat maka sesungguhnya dia adalah orang yang sombong kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
            Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda:
« لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر »
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan, walaupun kesombongan itu sebesar biji sawi.”
 Apakah kesombongan itu?
« الكبر بطر الحق، وغمط الناس »
” Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”  [HR. Muslim: 147]
Dia tahu kalau dia bersalah, tapi marah ketika diperingatkan dan enggan untuk mengakui kesalahan serta menolak untuk bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
            Salah satu kewajiban kita sebagai seorang hamba adalah bertobat kepada Allah ‘Azza wa jalla, yaitu: kembali dari segala kemaksiatan menuju ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
            Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا }
“Wahai orang –orang yang beriman, bertobatlah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya tobat.” [QS. At-Tahrim: 8]
            Ayat ini menunjukan kepada kita kewajiban untuk segera bertobat dengan sungguh-sungguh dari segala dosa, yaitu: dengan segera meninggalkan perbuatan dosa, kemudian bersungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya dan senantiasa beristighfar setiap kali ingat dosa yang pernah dilakukannya.
Adapun jika dosa yang diperbuatnya berhubungan dengan hak manusia, maka dia wajib membayar sampai orang yang dizhalimi memaafkan.
            Sebagaimana ibadah-ibadah yang lain, tobat juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. Barang siapa yang memenuhi persyaratan dalam tobatnya niscaya Allah akan mengampuni dosanya.
           

Syarat-syarat diterimanya tobat adalah sebagai berikut:
1.    Ikhlas karena Allah semata
Maksudnya bukan karena terpaksa dan bukan karena ingin mendapat pujian, bukan karena takut polisi atau malu sama Pak RT. Tapi dia bertobat semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala; karena mengharap ridho dan ampunan-Nya.
2.    Menyesal atas perbuatan dosanya
Karena penyesalan merupakan tanda bahwasannya ia sungguh-sungguh dalam bertobat. Dengan penyesalan, niscaya ia akan berhenti dan enggan untuk mengulangi dosanya.
3.    Berlepas diri dari perbuatan dosanya
Artinya: ia meninggalkan secara total perbuatan-perbuatan dosanya. Ini merupakan syarat yang paling penting dalam bertobat;
-          Jika ia telah berzina, maka segera tinggalkan zina dan jangan sampai mengulanginya.
-          Jika ia telah mencuri/ korupsi, maka segera bertobat dan mengembalikan uang yang diambilnya.
-          Jika ia telah menggunjing/ membicarakan kejelekan orang lain, maka segera ia berhenti dari menggunjing dan menebusnya dengan cara menyebutkan kebaikan orang yang ia gunjing di tempat ia menyebutkan kejelekannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:
{ قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ }
“Katakanlah kepada orang-orang kafir: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang lalu”. [QS. Al-Anfal: 38]
-          Adapun jika dosanya berupa meninggalkan kewajiban, maka ia segera menunaikan kewajibannya;  yang tadinya tidak sholat maka segera ia sholat, yang tadinya tidak membayar zakat maka segera ia bayar zakat, yang tadinya tidak puasa fardhu maka segera ia mengqodhonya.
-          Jika dosanya  berhubungan dengan hak Allah saja, maka segera ia bertobat dan tidak perlu menceritakannya kepada orang lain, kecuali sebagai pelajaran.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
« كل أمتي معافى إلا المجاهرين »
“Setiap umatku diampuni (dosanya) kecuali orang yang (bangga) menampakkan perbuatan dosanya.” [HR. Bukhori: 6069 dan Muslim: 2990]
Yaitu: orang yang bangga menampakkan/ menceritakan perbuatan dosa yang telah dilakukannya.
4.    Bertekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya
Tidak seperti tobat sambel dan tidak seperti tobatnya orang yang terpaksa karena usahanya bangkrut atau karena hartanya ludes akibat judi.
5.    Bertobat pada waktu dimana tobat masih diterima, yaitu:
a.    Sebelim sakaratul maut/ ajal tiba
b.    Sebelum matahari terbit dari arah barat
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
{ وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ }
“Tobat itu tidak diterima dari orang yang melakukan kejahatan, kemudian ketika ajalnya tiba (barulah) ia mengatakan: “saya bertobat sekarang”. [QS. An-Nisa: 18]
Oleh karena itu, Fir’aun walaupun ia beriman kepada Allah ketika ditenggelamkan di laut Merah, maka imannya tidak bermanfaat lagi karena ajalnya telah tiba. [Lihat QS. Yunus: 90-91]
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
«من تاب قبل أن تطلع الشمس من مغربها، تاب الله عليه»
“Barang siapa bertobat (pada waktu) sebelum matahari terbit dari arah barat, niscaya Allah akan menerima tobatnya.” [HR. Muslim: 2704]
            Barangsiapa yang benar-benar dalam bertobat dengan memenuhi lima syarat tersebut di atas niscaya Allah akan menerima tobatnya. Sebagaimana Allah mensifati diri-Nya Maha Penerima Tobat dalam firman-Nya:
{ إنه هو التواب الرحيم }
“Sesungguhnya Dia Maha Penerima Tobat (lagi) Maha Penyayang.” [QS. Al-Baqarah: 37]
Bahkan telah disebutkan dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori (3470) dan Muslim (2766), bahwa Allah menerima tobat seorang dari bani Israil yang telah membunuh 100 orang.
            Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat senang dengan tobat seorang hamba, melebihi senangnya orang yang kehilangan unta dan bekalnya di padang pasir, sampai-sampai tidak ada harapan lagi untuk hidup, kemudian tiba-tiba unta beserta perbekalannya muncul di hadapannya, karena sangat senangnya ia salah berucap: “اللهم أنت عبدي وأنا ربك” (Ya Allah Engkau hambaku dan aku tuhanmu). Sungguh Allah lebih senang dari orang tersebut. [HR. Muslim: 2747]
            Oleh karena itu jangan sampai kita ragu-ragu untuk bertobat, sungguh Allah akan menerima tobat orang yang sungguh-sungguh dalam bertobat. Wallahu A’lam bish showab… (Abu Zaid)

Referensi:
- Al-Qur`an Al-Karim
            - Shahih Bukhori
            - Shahih Muslim
            - Syarh Riyadh Ash-Shalihin, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.