Halaman

Kamis, 17 Mei 2012

Hukum Perayaan Tahun Baru



MEMBENDUNG MUNCULNYA TUHAN BARU DI TAHUN BARU
Oleh: Abu Fida' el Yaumi

Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan umatnya yang senantiasa mengikuti petunjuknya hingga hari akhir.
Umur yang panjang merupakan idaman setiap insan. Akan tetapi, terdapat banyak cara dalam menghabiskannya. Ada yang menggunakannya untuk berbakti dan beribadah kepada Alloh 'Azza wa Jalla, ada pula yang menghabiskan umurnya sebatas untuk mengejar kebahagiaan duniawi saja, dan lain sebagainya. Lalu, termasuk golongan yang manakah diri kita ini ? Untuk apakah nikmat usia ini kita gunakan ? Telah benarkah kita berjalan di atas rel-rel syari'at yang telah diperintahkan oleh Alloh atau bahkan sebaliknya ?
Apalah artinya kita hidup seribu tahun akan tetapi tidak menambahkan diri kita kepada Allah kecuali semakin jauh dari-Nya. Oleh karena itu, memandang jauh ke depan memanglah perlu tapi menoleh ke belakang adalah hal yang tak boleh untuk kita lupakan sehingga kita mampu untuk meraba dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan pada langkah-langkah sebelumnya.
Pesta tahun baru merupakan peristiwa yang tak mudah untuk dilupakan bagi sebagian orang. Bagaimana tidak, di moment yang ditunggu dan dinanti-nantikan itu banyak orang yang menyambut  kedatangannya, ribuan bahkan berjuta-juta manusia merayakannya. Dimeriahkan di berbagai negara di belahan dunia, di kota-kota besar, bahkan pelosok desa pun tersentuh hal yang penuh hura-hura ini, dan tak terkecuali kota Cilacap Bercahaya yang kita pijaki ini.
Sebagai bukti sejarah, menjelang detik-detik terakhir di bulan Desember 2011 yang lalu, penduduk kota mungil ini bagaikan lebah yang berhamburan dari sarangnya, mereka meninggalkan kediaman masing-masing. Sang bapak tak lupa membawa istri dan anak-anaknya, sekedar untuk ikut serta memeriahkan dan menunggu pergantian di tahun ini. Dan yang cukup membelalakkan mata adalah seorang anak yang tega mengikutsertakan orang tuanya yang sudah tak mampu lagi berjalan untuk menikmati hura-hura di malam pergantian tahun tersebut. Sehingga membuatnya rela bersimpuh di atas kursi roda yang didorong oleh putra-putrinya secara bergantian.
Hal lain yang tak kalah mengerikan adalah kehidupan glamor kaula muda kota ini. Mereka serta merta membanjiri alun-alun sebagai titik pusat kota, tak terlewatkan pantai-pantai mereka datangi, serta tempat-tempat hiburan lainnya. Dan yang menarik perhatian adalah mereka tak mendatangi tempat itu seorang diri. Akan tetapi, bergandengan mesra dengan pasangan idamannya, layaknya permaisuri yang selalu setia mendampingi kemanapun sang raja pergi. Sehingga tak jarang kita temui anak-anak muda duduk santai bersama pasangannya, bercanda, bersendau gurau tanpa ada rasa malu sedikitpun. Bahkan sering pula kita jumpai mereka dengan asyiknya bercumbu rayu dan berpelukan di tempat-tempat umum. Peristiwa demikian itu membuat kita tak mampu untuk menafikan adanya gadis-gadis polos yang merelakan kehormatannya hanya karena atas nama cinta.
Di sisi lain, tak sedikit orang yang rela peras keringat dan banting tulang untuk mendapatkan uang. Tetapi, setelah itu ia belanjakan untuk membeli barang-barang yang tak bermanfaat seperti kembang api dan sejenisnya. Kemudian, semua itu ia bakar menjelang pergantian tahun baru. Bukankah itu merupakan perbuatan tabdzir (berlebih-lebihan) dalam membelanjakan harta wahai orang-orang yang berakal ? Tidakkah engkau tahu bahwa semua itu akan dimintai pertanggung jawaban kelak di sisi Alloh? Dari manakah engkau mendapatkannya dan untuk apa engkau membelanjakannya ?
Paparan di atas merupakan gambaran kecil dan sekelumit tentang keadaan kota-kota besar di negara kita tercinta ini kala perayaan tahun baru, termasuk kota Bercahaya ini. Ironisnya, perayaan seperti ini banyak diikuti oleh orang-orang yang notabene mengaku dirinya sebagai muslim. Padahal kita tahu perayaan seperti ini tidak pernah ada dalam ajaran Islam dan Rosululloh yang menjadi tauladan kita pun tak pernah mencontohkannya. Hal itu meyakinkan kita bahwa perayaan itu merupakan hasil dari kreativitas budak-budak hawa nafsu dan hamba-hamba setan. Sehingga kemudian menyeret kita pada pintu tasyabbuh (menyerupai) terhadap perbuatan musuh-musuh Islam, yaitu yahudi dan antek-anteknya yang memang sengaja melakukan berbagai cara untuk memalingkan umat Islam dari ajaran agama yang sempurna ini. Sampai kapanpun mereka tidak akan rela dengan agama kita ini hingga kita mengikuti agama dan ajaran mereka. Bukankah Alloh telah menyinggungnya dalam Al-Qur'an yang artinya: "Orang-orang yahudi dan nasroni tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka, katakanlah "Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk yang benar dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Alloh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu" (QS, Al Baqoroh : 120).
Begitu bahayanya tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, sehingga para ulama memberikan beberapa poin penting tentang bahayanya tasyabbuh ini, antara lain :
  1. Sesungguhnya amalan-amalan non muslim yang berupa aqidah, ibadah, adat, hari raya, dan gaya hidup mereka dibangun di atas dasar kesesatan, penyimpangan dan kerusakan, inilah asal mula dari amalan mereka walaupun kebanyakan manusia tidak memahaminya, sehingga kebaikan yang mereka lakukan tidak ada artinya di sisi Allah. Allah berfirman yang artinya "Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS, Al Furqon : 23).
  2. Tasyabbuh dengan orang-orang kafir akan mengarah pada perbuatan mengagumi dan mengidolakan pribadi-pribadi kafir, yang kemudian akan membuat dirinya mengagumi adat, hari raya, ibadah dan aqidahnya. Wal'iyadzubillah.
  3. Tasyabbuh dengan orang-orang kafir akan menumbuhkan kasih sayang dan loyalitas kepada mereka, dan ini dilarang di dalam Islam. Alloh berfirman yang artinya "Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan rosulnya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka (QS, Al Mujadalah : 22).
Dan tentunya sifat loyalitas kepada orang kafir ini akan melahirkan lawannya yaitu memusuhi orang-orang yang mengamalkan sunnah Nabi, berusaha menghalangi dakwah mereka bahkan dada mereka akan terasa sesak ketika mereka dilarang untuk berbuat yang berbau tasyabbuh dalam agama.
Demikianlah di antara bahaya yang ditimbulkan dari tasyabbuh terhadap orang-orang kafir oleh karena itu, hendaklah kita berhati-hati dalam melakukan sesuatu agar tidak terjerumus kedalamnya. Kekanglah hawa nafsu kita, jangan sampai kita menjadi budak-budak hawa nafsu dan hamba-hamba setan kemudian mempertuhankannya. Karena perbuatan itu akan menyesatkan kita dari jalan Alloh dan rosul-Nya. "Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak dapat petunjuk dari Alloh sedikitpun. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim". (QS. Al Qoshos : 50)
Ya Alloh.. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Berikanlah hidayah dan pertolongan-Mu kepada kami dan kaum muslimin di seluruh belahan dunia untuk senantiasa bisa mengekang hawa nafsu dan melawannya sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsu dan menuruti kehendaknya. Amiin…  wallohu alamu  bis-showab.

Maroji' :
1.      Al Qur'an dan Terjemahan
2.      Al Misbahul Munir fi Tahdzibi Tafsir Ibn Katsir
3.      Iqtida'us Shirothil Mustaqim
4.      Study Kritis Maulid Nabi

0 komentar:

Posting Komentar