Oleh:
Abu Fida' el Yaumi
Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Sholawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam,
keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan umatnya yang senantiasa mengikuti
petunjuknya hingga hari akhir.
Umur yang panjang merupakan idaman setiap insan. Akan
tetapi, terdapat banyak cara dalam menghabiskannya. Ada yang menggunakannya untuk berbakti dan
beribadah kepada Alloh 'Azza wa Jalla, ada pula yang menghabiskan
umurnya sebatas untuk mengejar kebahagiaan duniawi saja, dan lain sebagainya.
Lalu, termasuk golongan yang manakah diri kita ini ? Untuk apakah nikmat usia
ini kita gunakan ? Telah benarkah kita berjalan di atas rel-rel syari'at yang
telah diperintahkan oleh Alloh atau bahkan sebaliknya ?
Apalah artinya kita hidup seribu tahun akan tetapi tidak
menambahkan diri kita kepada Allah kecuali semakin jauh dari-Nya. Oleh karena
itu, memandang jauh ke depan memanglah perlu tapi menoleh ke belakang adalah
hal yang tak boleh untuk kita lupakan sehingga kita mampu untuk meraba dan
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan pada langkah-langkah
sebelumnya.
Pesta tahun baru merupakan peristiwa yang tak mudah untuk
dilupakan bagi sebagian orang. Bagaimana tidak, di moment yang ditunggu dan dinanti-nantikan
itu banyak orang yang menyambut
kedatangannya, ribuan bahkan berjuta-juta manusia merayakannya. Dimeriahkan
di berbagai negara di belahan dunia, di kota-kota besar, bahkan pelosok desa pun
tersentuh hal yang penuh hura-hura ini, dan tak terkecuali kota Cilacap Bercahaya yang kita pijaki ini.
Sebagai bukti sejarah, menjelang detik-detik terakhir di
bulan Desember 2011 yang lalu, penduduk kota mungil ini bagaikan lebah yang
berhamburan dari sarangnya, mereka meninggalkan kediaman masing-masing. Sang
bapak tak lupa membawa istri dan anak-anaknya, sekedar untuk ikut serta
memeriahkan dan menunggu pergantian di tahun ini. Dan yang cukup membelalakkan
mata adalah seorang anak yang tega mengikutsertakan orang tuanya yang sudah tak
mampu lagi berjalan untuk menikmati hura-hura di malam pergantian tahun
tersebut. Sehingga membuatnya rela bersimpuh di atas kursi roda yang didorong
oleh putra-putrinya secara bergantian.
Hal lain yang tak kalah mengerikan adalah kehidupan glamor
kaula muda kota
ini. Mereka serta merta membanjiri alun-alun sebagai titik pusat kota, tak terlewatkan
pantai-pantai mereka datangi, serta tempat-tempat hiburan lainnya. Dan yang
menarik perhatian adalah mereka tak mendatangi tempat itu seorang diri. Akan
tetapi, bergandengan mesra dengan pasangan idamannya, layaknya permaisuri yang
selalu setia mendampingi kemanapun sang raja pergi. Sehingga tak jarang kita
temui anak-anak muda duduk santai bersama pasangannya, bercanda, bersendau gurau
tanpa ada rasa malu sedikitpun. Bahkan sering pula kita jumpai mereka dengan
asyiknya bercumbu rayu dan berpelukan di tempat-tempat umum. Peristiwa demikian
itu membuat kita tak mampu untuk menafikan adanya gadis-gadis polos yang
merelakan kehormatannya hanya karena atas nama cinta.
Di sisi lain, tak sedikit orang yang rela peras keringat dan
banting tulang untuk mendapatkan uang. Tetapi, setelah itu ia belanjakan untuk
membeli barang-barang yang tak bermanfaat seperti kembang api dan sejenisnya.
Kemudian, semua itu ia bakar menjelang pergantian tahun baru. Bukankah itu
merupakan perbuatan tabdzir (berlebih-lebihan) dalam membelanjakan harta
wahai orang-orang yang berakal ? Tidakkah engkau tahu bahwa semua itu akan
dimintai pertanggung jawaban kelak di sisi Alloh? Dari manakah engkau
mendapatkannya dan untuk apa engkau membelanjakannya ?
Paparan di atas merupakan gambaran kecil dan sekelumit
tentang keadaan kota-kota besar di negara kita tercinta ini kala perayaan tahun
baru, termasuk kota
Bercahaya ini. Ironisnya, perayaan seperti ini banyak diikuti oleh orang-orang
yang notabene mengaku dirinya sebagai muslim. Padahal kita tahu perayaan
seperti ini tidak pernah ada dalam ajaran Islam dan Rosululloh yang menjadi
tauladan kita pun tak pernah mencontohkannya. Hal itu meyakinkan kita bahwa
perayaan itu merupakan hasil
dari kreativitas budak-budak hawa nafsu dan hamba-hamba setan. Sehingga
kemudian menyeret kita pada pintu tasyabbuh
(menyerupai) terhadap perbuatan musuh-musuh Islam, yaitu yahudi dan antek-anteknya
yang memang sengaja melakukan berbagai cara untuk memalingkan umat Islam dari
ajaran agama yang sempurna ini. Sampai kapanpun mereka tidak akan rela dengan
agama kita ini hingga kita mengikuti agama dan ajaran mereka. Bukankah Alloh
telah menyinggungnya dalam Al-Qur'an yang artinya: "Orang-orang yahudi
dan nasroni tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka,
katakanlah "Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk yang benar dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Alloh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu"
(QS, Al Baqoroh : 120).
Begitu
bahayanya tasyabbuh terhadap orang-orang
kafir, sehingga para ulama memberikan beberapa poin penting tentang bahayanya
tasyabbuh ini, antara lain :
- Sesungguhnya amalan-amalan non muslim yang berupa aqidah, ibadah, adat, hari raya, dan gaya hidup mereka dibangun di atas dasar kesesatan, penyimpangan dan kerusakan, inilah asal mula dari amalan mereka walaupun kebanyakan manusia tidak memahaminya, sehingga kebaikan yang mereka lakukan tidak ada artinya di sisi Allah. Allah berfirman yang artinya "Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS, Al Furqon : 23).
- Tasyabbuh dengan orang-orang kafir akan mengarah pada perbuatan mengagumi dan mengidolakan pribadi-pribadi kafir, yang kemudian akan membuat dirinya mengagumi adat, hari raya, ibadah dan aqidahnya. Wal'iyadzubillah.
- Tasyabbuh dengan orang-orang kafir akan menumbuhkan kasih sayang dan loyalitas kepada mereka, dan ini dilarang di dalam Islam. Alloh berfirman yang artinya "Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan rosulnya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka (QS, Al Mujadalah : 22).
Dan tentunya sifat loyalitas kepada orang kafir
ini akan melahirkan lawannya yaitu memusuhi orang-orang yang mengamalkan sunnah Nabi, berusaha
menghalangi dakwah mereka bahkan dada mereka akan terasa sesak ketika mereka
dilarang untuk berbuat yang berbau tasyabbuh
dalam agama.
Demikianlah di antara bahaya yang ditimbulkan dari tasyabbuh terhadap orang-orang kafir
oleh karena itu, hendaklah kita berhati-hati dalam melakukan sesuatu agar tidak
terjerumus kedalamnya. Kekanglah hawa nafsu kita, jangan sampai kita menjadi
budak-budak hawa nafsu dan hamba-hamba setan kemudian mempertuhankannya. Karena
perbuatan itu akan menyesatkan kita dari jalan Alloh dan rosul-Nya. "Dan
siapakah yang lebih sesat dari pada orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya
dengan tidak dapat petunjuk dari Alloh sedikitpun. Sesungguhnya Alloh tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim". (QS. Al Qoshos : 50)
Ya Alloh.. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya
kepada-Mu kami memohon pertolongan. Berikanlah hidayah dan pertolongan-Mu
kepada kami dan kaum muslimin di seluruh belahan dunia untuk senantiasa bisa
mengekang hawa nafsu dan melawannya sehingga kita tidak termasuk orang-orang
yang mempertuhankan hawa nafsu dan menuruti kehendaknya. Amiin… wallohu a’lamu bis-showab.
Maroji'
:
1. Al Qur'an dan Terjemahan
2. Al Misbahul Munir fi
Tahdzibi Tafsir Ibn Katsir
3. Iqtida'us Shirothil
Mustaqim
4. Study Kritis Maulid Nabi
0 komentar:
Posting Komentar