Alhamdulillah, dua
bulan yang lalu umat Islam telah merayakan hari raya ‘Idul Fitri, setelah sebulan
penuh di bulan Ramadhan berjuang melawan hawa nafsu. Sebentar lagi in sya Allah
kita akan berjumpa dengan hari raya ‘Idul Adha. Hari dimana jamaah haji
dari penjuru dunia berkumpul di tanah haram untuk menunaikan ibadah hajinya.
Ibadah ini telah disyariatkan semenjak masa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.
Pada waktu tersebut juga disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban, yang mana awal
mula syariat tersebut adalah sebagai pengganti dari pengorbanan Nabi Ismail dan
ayahnya (Nabi Ibrahim)’Alaihimassalam, atas ketaatan mereka menjalankan
perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Pembaca yang
budiman, sekilas kita menyaksikan pemandangan pada pagi hari raya lebih tenang
dari pada hari-hari
yang lain. Gemuruh lalu lalang orang yang bekerja berkurang, gema takbir menggelegar, sedikit
lambain dedaunan hijau menambah syahdu pemandangan pada pagi hari itu. Laki-laki,
perempuan, tua-muda, para pejabat, rakyat, si kaya dan si miskin, semuanya mengalir
menuju mushala [tanah lapang] untuk mengikuti ataupun sekedar menyaksikan
pelaksanan sholat ‘Ied. Bahkan para wanita yang sedang haid disunahkan untuk
menghadiri [menyaksikan] shalat tersebut. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan
oleh Ummu ‘Atiyah:
“Rasulullah Shallallahu
‘Alahi Wasallam memerintahkan kami untuk menyuruh para wanita yang sedang haid
untuk hadir ke mushala [tanah lapang tempat pelaksanaan shalat] kaum muslimin.” [muttafaq
‘alaih]
Untuk menambah
kesempurnaan ibadah kita -saat menghadiri shalat ied- hendaknya
kita memperhatikan sunnah-sunnahnya, diantaranya:
1.
Mandi di pagi hari sebelum beragkat ke mushala.
Sebagaimana khabar yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i
Rohimahulloh ketika Ali binAbi Thalib ditanya tentang disyariatkannya
mandi, maka beliau menjawab: ”Pada hari Jum’at, hari ‘Arofah, ‘Idul Adha dan ‘Idul
Fitri.” [sanadnya shahih]
2.
Memakai pakaian yang terbaik dan minyak wangi.
Sahabat Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
”Rasullullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam memerintahkan
kami untuk memakai pakaian dan minyak wangi terbaik kami” [H.R. Hakim, dengan sanad la ba’sa bihi].
Tapi ini adalah anjuran untuk laki-laki, sedangkan kaum
wanita tidak boleh pergi atau keluar rumah dengan memakai minyak wangi karena Rasulullah
Shollallohu ‘Alahi
waSallam telah bersabda yang artinya:
”Janganlah engkau menahan hamba-hamba Allah [dari kaum
wanita] menuju ke masjid, dan hendaklah mereka keluar dengan tidak memakai minyak wangi.” [H.R. Ahmad dan
Abu Dawud].
Namun, yang disayangkan pada zaman sekarang ini, justeru perginya mereka ke masjid malah menjadi fitnah
bagi kaum laki-laki karena mereka tidak menutup aurat dengan baik,
padahal Allah telah berfirman yang artinya:
“Dan janganlah [kaum
wanita]memperlihatkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa nampak, dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya sampai ke dada mereka.” [Q.S. An-Nuur: 31]
3.
Menahan makan dan minum hingga pulang
dari shalat Idul Adha.
Sahabat Buraidah Rodhiyallohu ‘Anhu berkata:
”Rasulullah Shollallohu ‘Alahi waSallam tidak
keluar [untuk sholat Idul Fitri] sampai makan terlebih dahulu, sedangkan pada
hari Idul Adha Beliau tidak makan sampai pulang [dari shalat] dan Beliau makan
dari hewan kurbannya.” [H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, hadits hasan]
4. Memperbanyak takbir, dari waktu fajar hari
‘Arofah hingga selepas shalat ‘Ashr pada hari terakhir dari hari tasyrik (13 Dzulhijjah).
Allah berfirman yang artinya: ”Hendaklah kalian
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu” [Q.S. Hajj:
37].
Adapun contoh lafadz takbir adalah apa yang dicontohkan
oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu: Allahu Akbar Allahu Akbar, laa Ilaaha illallahu wallahu
Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi
Syaibah, dengan sanad shohih]
5.
Pergi ke mushala [tempat shalat] dengan berjalan kaki.
Hal tersebut biasa dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alahi waSallam sebagaimana khabar yang disampaikan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu
‘Anhu:
”Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam biasa pergi dan
pulang dari sholat ‘ied dengan berjalan kaki” [H.R. Ibnu Majah, hadits hasan]
Tapi,
seandainya tempat sholatnya jauh maka tidak mengapa memakai kendaraan.
6.
Pergi dan pulang dari tempat shalat melewati
jalan yang berbeda,
Sebagaimana hal itu dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alahi
waSallam ketika hari raya [pergi dan pulang sholat ‘ied] melewati
jalan yang berbeda” [H.R. Bukhari].
Salah satu hikmah disyariatkan hal tersebut adalah untuk
memperlihatkan syiar Islam, sehingga akan membuat gentar musuh-musuh Islam ketika
melihat besarnya jumlah umat Islam.
7.
Mendengarkan khutbah setelah shalat ‘ied
Khutbah shalat ‘ied dilaksanakan sekali setelah shalat. Hukum mendengarkannya adalah sunnah, hal tersebut berdasarkan hadits
shahih, bahwasanya Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya kami berkhutbah, barang
siapa yang mendengarkannya maka duduklah dan barang siapa
yang ingin pergi maka pergilah.” [H.R. Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah]
8.
Melaksanakan sholat ‘ied di tanah lapang
Hal ini untuk menunjukan syiar Islam, menjalin ukhuwah
atau persaudaraan antara sesama dan itu sesuai dengan perbuatan Nabi Shallallahu
‘Alahi wa Sallam berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudriy Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘Alahi
Wasallam keluar pada hari ’Idul Fitri dan ‘Idul Adha ke mushola [tanah lapang untuk
shalat] dan beliau mengawalinya dengan sholat" [H.R. Bukhari dan Muslim dan
An-Nasai], kecuali ketika turun hujan atau udzur lain maka tidak mengapa
melaksanakannya di masjid.
Kaum muslimin Rahimakumullah, itulah
beberapa adab yang hendaknya kita lakukan pada hari raya ‘Idul Adha. Selain itu
disunnahkan bagi kita pada pagi dan sore hari ‘Arofah untuk mengucapkan
doa, sebagaimana Rasulalaah Shollallohu ‘Alahi
wa Sallam bersabda:
"Sebaik-baik apa yang aku ucapkan dan yang diucapkan oleh para nabi di sore hari ‘Arofah adalah: Laa Ilaaha illallohu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syai`in Qodiir.” [Shahih Istighfar, Silsilah As-Shahihah: 1503].
Semoga kita termasuk orang yang istiqomah dalam ketakwaan. Wallohu a’lam bihs showab.
_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.
Maroji:
1.
Minhajul Muslim
2.
Shohih Fiqih Shunah
3.
Al Mulakhos Al Fiqhiy
4.
Majalah Qiblati, Edisi 03 Tahun lll,
Desember 2007 M