Halaman

Kamis, 17 Mei 2012

Sunnah-sunnah di Hari Raya Idul Adha


Sepercik Sunnah di Hari Qurban

Alhamdulillah, dua bulan yang lalu umat Islam telah merayakan hari raya ‘Idul Fitri, setelah sebulan penuh di bulan Ramadhan berjuang melawan hawa nafsu. Sebentar lagi in sya Allah kita akan berjumpa dengan hari raya ‘Idul Adha. Hari dimana jamaah haji dari penjuru dunia berkumpul di tanah haram untuk menunaikan ibadah hajinya. Ibadah ini telah disyariatkan semenjak masa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Pada waktu tersebut juga disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban, yang mana awal mula syariat tersebut adalah sebagai pengganti dari pengorbanan Nabi Ismail dan ayahnya (Nabi Ibrahim)’Alaihimassalam, atas ketaatan mereka menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Pembaca yang budiman, sekilas kita menyaksikan pemandangan pada pagi hari raya lebih tenang dari pada hari-hari yang lain. Gemuruh lalu lalang orang yang bekerja berkurang, gema takbir menggelegar, sedikit lambain dedaunan hijau menambah syahdu pemandangan pada pagi hari itu. Laki-laki, perempuan, tua-muda, para pejabat, rakyat, si kaya dan si miskin, semuanya mengalir menuju mushala [tanah lapang] untuk mengikuti ataupun sekedar menyaksikan pelaksanan sholat ‘Ied. Bahkan para wanita yang sedang haid disunahkan untuk menghadiri [menyaksikan] shalat tersebut. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Atiyah:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam memerintahkan kami untuk menyuruh para wanita yang sedang haid untuk hadir ke mushala [tanah lapang tempat pelaksanaan shalat] kaum muslimin.” [muttafaq ‘alaih]

Untuk menambah kesempurnaan ibadah kita -saat menghadiri shalat ied- hendaknya kita memperhatikan sunnah-sunnahnya, diantaranya:

1.     Mandi di pagi hari sebelum beragkat ke mushala.
Sebagaimana khabar yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i Rohimahulloh ketika Ali binAbi Thalib ditanya tentang disyariatkannya mandi, maka beliau menjawab: ”Pada hari Jum’at, hari ‘Arofah, ‘Idul Adha dan ‘Idul Fitri.” [sanadnya shahih]

2.     Memakai pakaian yang terbaik dan minyak wangi.
Sahabat Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
”Rasullullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam memerintahkan kami untuk memakai pakaian dan minyak wangi terbaik kami” [H.R. Hakim, dengan sanad la ba’sa bihi].

Tapi ini adalah anjuran untuk laki-laki, sedangkan kaum wanita tidak boleh pergi atau keluar rumah dengan memakai minyak wangi karena Rasulullah Shollallohu ‘Alahi waSallam telah bersabda yang artinya:
”Janganlah engkau menahan hamba-hamba Allah [dari kaum wanita] menuju ke masjid, dan hendaklah mereka keluar dengan tidak memakai minyak wangi.” [H.R. Ahmad dan Abu Dawud].

Namun, yang disayangkan pada zaman sekarang ini, justeru perginya mereka ke masjid malah menjadi fitnah bagi kaum laki-laki karena mereka tidak menutup aurat dengan baik, padahal Allah telah berfirman yang artinya:
“Dan janganlah [kaum wanita]memperlihatkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa nampak, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya sampai ke dada mereka.” [Q.S. An-Nuur: 31]

3.     Menahan makan dan minum hingga pulang dari shalat Idul Adha.
Sahabat Buraidah Rodhiyallohu ‘Anhu berkata:
”Rasulullah Shollallohu ‘Alahi waSallam tidak keluar [untuk sholat Idul Fitri] sampai makan terlebih dahulu, sedangkan pada hari Idul Adha Beliau tidak makan sampai pulang [dari shalat] dan Beliau makan dari hewan kurbannya.” [H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, hadits hasan]

4.  Memperbanyak takbir, dari waktu fajar hari ‘Arofah hingga selepas shalat ‘Ashr pada hari terakhir dari hari tasyrik (13 Dzulhijjah).
Allah berfirman yang artinya: ”Hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu” [Q.S. Hajj: 37].

Adapun contoh lafadz takbir adalah apa yang dicontohkan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu: Allahu Akbar Allahu Akbar, laa Ilaaha illallahu wallahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dengan sanad shohih]

5.     Pergi ke mushala [tempat shalat] dengan berjalan kaki.
Hal tersebut biasa dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alahi waSallam sebagaimana khabar yang disampaikan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu:
”Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam biasa pergi dan pulang dari sholat ‘ied dengan berjalan kaki” [H.R. Ibnu Majah, hadits hasan]
Tapi, seandainya tempat sholatnya jauh maka tidak mengapa memakai kendaraan.

6.     Pergi dan pulang dari tempat shalat melewati jalan yang berbeda,
Sebagaimana hal itu dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alahi waSallam ketika hari raya [pergi dan pulang sholat ‘ied] melewati jalan yang berbeda” [H.R. Bukhari].

Salah satu hikmah disyariatkan hal tersebut adalah untuk memperlihatkan syiar Islam, sehingga akan membuat gentar musuh-musuh Islam ketika melihat besarnya jumlah umat Islam.

7.     Mendengarkan khutbah setelah shalat ‘ied
Khutbah shalat ‘ied dilaksanakan sekali setelah shalat. Hukum mendengarkannya adalah sunnah, hal tersebut berdasarkan hadits shahih, bahwasanya Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya kami berkhutbah, barang siapa yang mendengarkannya maka duduklah dan barang siapa yang ingin pergi maka pergilah.” [H.R. Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah]

8.      Melaksanakan sholat ‘ied di tanah lapang
Hal ini untuk menunjukan syiar Islam, menjalin ukhuwah atau persaudaraan antara sesama dan itu sesuai dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudriy Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam keluar pada hari ’Idul Fitri dan ‘Idul Adha ke mushola [tanah lapang untuk shalat] dan beliau mengawalinya dengan sholat" [H.R. Bukhari dan Muslim dan An-Nasai], kecuali ketika turun hujan atau udzur lain maka tidak mengapa melaksanakannya di masjid.

Kaum muslimin Rahimakumullah, itulah beberapa adab yang hendaknya kita lakukan pada hari raya ‘Idul Adha. Selain itu disunnahkan bagi kita pada pagi dan sore hari ‘Arofah untuk mengucapkan doa, sebagaimana Rasulalaah Shollallohu ‘Alahi wa Sallam bersabda: 
"Sebaik-baik apa yang aku ucapkan dan yang diucapkan oleh para nabi di sore hari ‘Arofah adalah: Laa Ilaaha illallohu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syai`in Qodiir.” [Shahih Istighfar, Silsilah As-Shahihah: 1503].

Semoga kita termasuk orang yang istiqomah dalam ketakwaan. Wallohu a’lam bihs showab.

_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.


Maroji:
1.     Minhajul Muslim
2.     Shohih Fiqih Shunah
3.     Al Mulakhos Al Fiqhiy
4.     Majalah Qiblati, Edisi 03 Tahun lll, Desember 2007 M

Hukum Perayaan Tahun Baru



MEMBENDUNG MUNCULNYA TUHAN BARU DI TAHUN BARU
Oleh: Abu Fida' el Yaumi

Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan umatnya yang senantiasa mengikuti petunjuknya hingga hari akhir.
Umur yang panjang merupakan idaman setiap insan. Akan tetapi, terdapat banyak cara dalam menghabiskannya. Ada yang menggunakannya untuk berbakti dan beribadah kepada Alloh 'Azza wa Jalla, ada pula yang menghabiskan umurnya sebatas untuk mengejar kebahagiaan duniawi saja, dan lain sebagainya. Lalu, termasuk golongan yang manakah diri kita ini ? Untuk apakah nikmat usia ini kita gunakan ? Telah benarkah kita berjalan di atas rel-rel syari'at yang telah diperintahkan oleh Alloh atau bahkan sebaliknya ?
Apalah artinya kita hidup seribu tahun akan tetapi tidak menambahkan diri kita kepada Allah kecuali semakin jauh dari-Nya. Oleh karena itu, memandang jauh ke depan memanglah perlu tapi menoleh ke belakang adalah hal yang tak boleh untuk kita lupakan sehingga kita mampu untuk meraba dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan pada langkah-langkah sebelumnya.
Pesta tahun baru merupakan peristiwa yang tak mudah untuk dilupakan bagi sebagian orang. Bagaimana tidak, di moment yang ditunggu dan dinanti-nantikan itu banyak orang yang menyambut  kedatangannya, ribuan bahkan berjuta-juta manusia merayakannya. Dimeriahkan di berbagai negara di belahan dunia, di kota-kota besar, bahkan pelosok desa pun tersentuh hal yang penuh hura-hura ini, dan tak terkecuali kota Cilacap Bercahaya yang kita pijaki ini.
Sebagai bukti sejarah, menjelang detik-detik terakhir di bulan Desember 2011 yang lalu, penduduk kota mungil ini bagaikan lebah yang berhamburan dari sarangnya, mereka meninggalkan kediaman masing-masing. Sang bapak tak lupa membawa istri dan anak-anaknya, sekedar untuk ikut serta memeriahkan dan menunggu pergantian di tahun ini. Dan yang cukup membelalakkan mata adalah seorang anak yang tega mengikutsertakan orang tuanya yang sudah tak mampu lagi berjalan untuk menikmati hura-hura di malam pergantian tahun tersebut. Sehingga membuatnya rela bersimpuh di atas kursi roda yang didorong oleh putra-putrinya secara bergantian.
Hal lain yang tak kalah mengerikan adalah kehidupan glamor kaula muda kota ini. Mereka serta merta membanjiri alun-alun sebagai titik pusat kota, tak terlewatkan pantai-pantai mereka datangi, serta tempat-tempat hiburan lainnya. Dan yang menarik perhatian adalah mereka tak mendatangi tempat itu seorang diri. Akan tetapi, bergandengan mesra dengan pasangan idamannya, layaknya permaisuri yang selalu setia mendampingi kemanapun sang raja pergi. Sehingga tak jarang kita temui anak-anak muda duduk santai bersama pasangannya, bercanda, bersendau gurau tanpa ada rasa malu sedikitpun. Bahkan sering pula kita jumpai mereka dengan asyiknya bercumbu rayu dan berpelukan di tempat-tempat umum. Peristiwa demikian itu membuat kita tak mampu untuk menafikan adanya gadis-gadis polos yang merelakan kehormatannya hanya karena atas nama cinta.
Di sisi lain, tak sedikit orang yang rela peras keringat dan banting tulang untuk mendapatkan uang. Tetapi, setelah itu ia belanjakan untuk membeli barang-barang yang tak bermanfaat seperti kembang api dan sejenisnya. Kemudian, semua itu ia bakar menjelang pergantian tahun baru. Bukankah itu merupakan perbuatan tabdzir (berlebih-lebihan) dalam membelanjakan harta wahai orang-orang yang berakal ? Tidakkah engkau tahu bahwa semua itu akan dimintai pertanggung jawaban kelak di sisi Alloh? Dari manakah engkau mendapatkannya dan untuk apa engkau membelanjakannya ?
Paparan di atas merupakan gambaran kecil dan sekelumit tentang keadaan kota-kota besar di negara kita tercinta ini kala perayaan tahun baru, termasuk kota Bercahaya ini. Ironisnya, perayaan seperti ini banyak diikuti oleh orang-orang yang notabene mengaku dirinya sebagai muslim. Padahal kita tahu perayaan seperti ini tidak pernah ada dalam ajaran Islam dan Rosululloh yang menjadi tauladan kita pun tak pernah mencontohkannya. Hal itu meyakinkan kita bahwa perayaan itu merupakan hasil dari kreativitas budak-budak hawa nafsu dan hamba-hamba setan. Sehingga kemudian menyeret kita pada pintu tasyabbuh (menyerupai) terhadap perbuatan musuh-musuh Islam, yaitu yahudi dan antek-anteknya yang memang sengaja melakukan berbagai cara untuk memalingkan umat Islam dari ajaran agama yang sempurna ini. Sampai kapanpun mereka tidak akan rela dengan agama kita ini hingga kita mengikuti agama dan ajaran mereka. Bukankah Alloh telah menyinggungnya dalam Al-Qur'an yang artinya: "Orang-orang yahudi dan nasroni tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka, katakanlah "Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk yang benar dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Alloh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu" (QS, Al Baqoroh : 120).
Begitu bahayanya tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, sehingga para ulama memberikan beberapa poin penting tentang bahayanya tasyabbuh ini, antara lain :
  1. Sesungguhnya amalan-amalan non muslim yang berupa aqidah, ibadah, adat, hari raya, dan gaya hidup mereka dibangun di atas dasar kesesatan, penyimpangan dan kerusakan, inilah asal mula dari amalan mereka walaupun kebanyakan manusia tidak memahaminya, sehingga kebaikan yang mereka lakukan tidak ada artinya di sisi Allah. Allah berfirman yang artinya "Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS, Al Furqon : 23).
  2. Tasyabbuh dengan orang-orang kafir akan mengarah pada perbuatan mengagumi dan mengidolakan pribadi-pribadi kafir, yang kemudian akan membuat dirinya mengagumi adat, hari raya, ibadah dan aqidahnya. Wal'iyadzubillah.
  3. Tasyabbuh dengan orang-orang kafir akan menumbuhkan kasih sayang dan loyalitas kepada mereka, dan ini dilarang di dalam Islam. Alloh berfirman yang artinya "Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan rosulnya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka (QS, Al Mujadalah : 22).
Dan tentunya sifat loyalitas kepada orang kafir ini akan melahirkan lawannya yaitu memusuhi orang-orang yang mengamalkan sunnah Nabi, berusaha menghalangi dakwah mereka bahkan dada mereka akan terasa sesak ketika mereka dilarang untuk berbuat yang berbau tasyabbuh dalam agama.
Demikianlah di antara bahaya yang ditimbulkan dari tasyabbuh terhadap orang-orang kafir oleh karena itu, hendaklah kita berhati-hati dalam melakukan sesuatu agar tidak terjerumus kedalamnya. Kekanglah hawa nafsu kita, jangan sampai kita menjadi budak-budak hawa nafsu dan hamba-hamba setan kemudian mempertuhankannya. Karena perbuatan itu akan menyesatkan kita dari jalan Alloh dan rosul-Nya. "Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak dapat petunjuk dari Alloh sedikitpun. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim". (QS. Al Qoshos : 50)
Ya Alloh.. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Berikanlah hidayah dan pertolongan-Mu kepada kami dan kaum muslimin di seluruh belahan dunia untuk senantiasa bisa mengekang hawa nafsu dan melawannya sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsu dan menuruti kehendaknya. Amiin…  wallohu alamu  bis-showab.

Maroji' :
1.      Al Qur'an dan Terjemahan
2.      Al Misbahul Munir fi Tahdzibi Tafsir Ibn Katsir
3.      Iqtida'us Shirothil Mustaqim
4.      Study Kritis Maulid Nabi

Hukum Kepemimpinan


ISLAM DAN KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan adalah hal yang penting dan sangat dibutuhkan dalam segala segi kehidupan. Islam sebagai agama yang sempurna telah mengaturnya sedemikian lengkap dan teratur. Rasullullah Shallallahu Alaihi Wasallam  bersabda: “ Setiap kalian adalah pemimpin dan masing-masing dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kepemimpinan kalian, Seorang penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin bagi seluruh anggota keluarganya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya, dan seorang pembantu adalah pemimpin di dalam harta tuannya dan bertanggung  jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dengan demikian, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya”. (HR. Bukhori No. 893, 2559, Muslim No. 1829).
Hadist di atas menjelaskan bahwa semua manusia adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat kelak sesuai dengan kepemimpinannya. Hal ini menunjukkan bahwa segala sisi kehidupan harus sesuai dengan ajaran Islam, lebih-lebih kepemimpinan yang menyangkut kemaslahatan kaum muslimin seperti kepemimpinan penguasa terhadap rakyatnya baik dia kepala desa, camat, bupati, gubernur, terlebih lagi seorang presiden atau raja.

Metode Pengangkatan Pemimpin
Para ulama menyatakan bahwa mengangkat seorang kholifah/pemimpin adalah wajib. Al Hafidz Ibnu Katsir ketika menafsirkan firman Allah Q.S. Al Baqarah ayat 30, berkata: “ Al Qurtubi dan lainnya menjadikan ayat ini (QS. Al Baqarah: 30) sebagai dalil wajibnya mengangkat koalifah untuk memutuskan perkara yang mereka sengketakan, memutuskan perkara yang mereka perebutkan, juga menolong orang yang teraniaya dari orang yang mendzaliminya, menegakkan hukum, mencegah berbagai perbuatan keji, dan perkara-perkara penting lainnya yang tidak mungkin ditegakan kecuali dengan adanya imam ( pemimpin). Dan sesuatu, yang mana sebuah kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu juga merupakan hal yang wajib. Setelah menyebutkan wajibnya ada kepemimpinan kemudian Al Hafidz menyebutkan metode pengangkatan kholifah (pemimpin) sesuai dengan syariat Islam dan syarat-syarat menjadi seorang kholifah (pemimpin) sebagai berikut:
Pertama: Dengan nash ( dalil), sebagaimana yang dinyatakan oleh beberapa ulama Ahlus Sunnah tentang pengangkatan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.
Kedua: Melalui penunjukan dan pelimpahan pada akhir masa jabatan sebagaimana dilakukan oleh Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.
Ketiga: Dengan menyerahkan permasalahan untuk dimusyawarahkan oleh orang-orang sholih, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khottab Radhiallahu ‘Anhu.
Kelima: Dengan kesepakatan bersama dari “Ahlul Halli wal ’Aqdi”  ( orang-orang pilihan yang terdiri dari ulama dan tokoh terkemuka yang mewakili kaum muslimin untuk membaitnya) yang dengan orang-orang inilah kesepakatan dapat tercapai.
Kelima: Dengan bai’at salah seorang dari mereka (Ahlul Halli wal Aqdi) maka wajib mengikuti bai’at tersebut menurut pendapat jumhur.



Syarat-Syarat Seorang Pemimpin
Imam (pemimpin) secara umum haruslah seorang laki-laki, merdeka, adil, baligh, berakal, muslim, mujtahid, berilmu, sehat jasmani, dan memahami strategi perang. Adapun kekholifahan di bawah seorang kholifah maka kholifah disyaratkan harus berasal dari Quraisy berdasarkan pendapat yang kuat sebagaimana Khulafaur Rosyidin semuanya berasal dari Quraisy. Selain itu, para ulama pun sepakat tidak bolehnya seorang wanita memimpin di pemerintahan dengan beberapa sebab diantaranya:
Pertama: Merupakan fitrah wanita bahwa tempat terbaik mereka adalah di rumah suaminya dan bertanggung jawab untuk menjaga rumah suami, hartanya, serta kehormatannya, serta kehormatan dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  di atas Seoarang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya”. Maksudnya ketika suami tidak ada sedangkan ketika suami ada di rumah maka suaminya adalah pemimpin di rumahnya.
Kedua: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  mengatakan bahwa suatu kaum yang dipimpin seorang wanita maka  tidak akan pernah beruntung. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam    bersabda: Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan perkara (kepemimpinan) kepada seorang wanita.” (HR. Bukhori No. 4425 & 8099). Karena sebab ini pula semua Nabi dan Rasul tidak ada yang dari kaum wanita.
Kiranya kedua sebab ini cukup mewakili beberapa sebab lainnya tentang tidak bolehnya wanita menjadi pemimpin dalam pemerintahan atau urusan yang di dalamnya ada seorang laki-laki, karena wanita untuk menjadi imam sholat berjamaah saja tidak sah baginya kalau memang di antara makmumnya ada seorang lelaki. Lantas bagaimana dengan kepemimpinan yang lebih besar dari itu? [ Ibnu Tarmidzi ]


Maroji:
Ø  Al Misbah Al Munir fi Tahdzib Tafsir ibnu Katsir
Ø  Shohih Al Bukhori
Ø  Shohih Muslim

Pendidikan Anak (Tips Membentuk Generasi Unggul)



Tips Membentuk Generasi Unggul


إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهد الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم وعلى آله وأصحابه .
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ }.[ ل عمران : 102 ]
{ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللَّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا }.[ النساء : 1 ]
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا }.[ الأحزاب : 70-71 ]
أما بعد،
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.


          Segala puji hanya bagi Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kita berbagai macam kenikmatan, terutama nikmat iman dan Islam. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam beserta keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senatiasa mengikuti petunjuknya hingga hari kiamat kelak.

            Perkembangan zaman semakin cepat, kebutuhan hidup pun semakin meningkat, hari berjalan terasa begitu singkat, dengan kepala terikat manusia sibuk mencari penghidupan-siang dan malam-. Benar, sebagai kepala keluarga ia wajib mencari nafkah bagi keluarganya. Karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
{ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ }
Artinya :”Dan kewajiban ayah, menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut” (Q.S. Al Baqoroh : 233).
Tapi tidak seharusnya, karena sibuk mencari nafkah ia sampai lupa akan tanggung jawabnya yang lain sebagai kepala keluarga.
            Rosululloh Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
« كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته  »
Artinya :”Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawabnya akan apa yang ia pimpin.” (Muttafaq ‘Alaih)
            Dan Allah Ta’ala berfirman:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ }
Artinya :”Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Q.S. At Taubah : 6)
           
Wahai saudarku, sebagai orang tua kita mempunyai kewajiban untuk mempersiapkan anak-anak kita agar mampu menjadi generasi penerus yang unggul, yang siap menghadapi perkembangan zaman. Di antara kewajiban-kewajiban itu adalah :
1.      Membekali mereka dengan ilmu agama.
Karena dengan ilmu agama kebahagiaan di dunia dan akhirat akan tercapai. Rosulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
« وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ  »
Artinya :”Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah memudahkan baginya jalan menuju surga." (H.R Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Hadits Hasan)
2.      Menghiasi mereka dengan akhlaqul karimah.
Salah satu tujuan diutusnya Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia, dan tidak ada gunanya orang yang berilmu ataupun orang kaya tapi akhlaknya buruk. Dan sebaik-baik akhlak adalah apa yang ada pada diri Rosulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, karena “Akhlak beliau adalah Al Qur’an” (H.R Muslim), dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
{ وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ }
Artinya :”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Q.S. Al Qolam : 4)
3.      Mengawasi agar senantiasa mendirikan sholat.
Begitu banyak remaja yang melalaikan sholat, sedangkan orang tuanya bersikap acuh, padahal Rosulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
« مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِع »
Artinya :”Suruhlah anak-anakmu untuk mendirikan sholat ketika ia berumur tujuh tahun, dan pukullah ia ketika berumur sepuluh tahun (tidak mau mendirikan sholat), dan pisahkan tempat tidur mereka.” (H.R Abu Daud, Hadits Hasan). Dan celakalah orang-orang yang melalaikan waktu sholatnya. Allah Ta’ala berfirman:
{ فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلاتِهِمْ سَاهُونَ }
Artinya : ”Maka celakalah orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai terhadap sholatnya.” (Q.S. Al Ma’un : 4-5)
4.      Menyuruhnya agar menutup dan menjaga auratnya.
Aneh bin ajaib masyarakat kita yang mengaku beragama Islam menganggap wanita muslimah yang membuka auratnya merupakan hal yang biasa dan lumrah; hak asasi, bahkan lebih aneh lagi mereka memandang dengan sinis wanita muslimah yang menutup auratnya dengan baik, atau menganggapnya kuno. Padahal Rosulullah Shollallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: "Bahwa ada dua golongan penghuni neraka yang tidak akan mencium baunya surga, salah satu di antaranya adalah: Perempuan yang berpakaian tapi telanjang, yang menggoyang-goyangkan pundak dan berjalan dengan sombong, kepala mereka seperti punuk unta yang condong" (H.R. Muslim)
5.      Membentengi anak dari menyerupai gaya hidup orang kafir.
Sangat disayangkan sebagian besar orang tua zaman sekarang mencekoki anak-anak mereka sejak kecil dengan tayangan-tayangan televisi yang merusak moral dan nyanyian-nyanyian ataupun musik. Bahkan sangat berambisi anaknya bisa jadi artis yang terkenal. Padahal di sana ada Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam dan para shohabatnya, seperti Abu Bakar, ataupun Umar Rodhiallohu 'Anhuma serta yang lainya, yang pantas untuk dijadikan idola. Rosulullah Shollallohu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda:
« مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ »
Artinya: "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum dia termasuk bagian dari mereka." (H.R. Abu Dawud dan Ahmad)
6.      Memberikan motivasi dan dukungan dalam kebaikan.
Hendaklah orang tua memberi motivasi kepada anak-anaknya agar senantiasa maju dan berusaha dalam belajar, bergaul, melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Sehingga mereka pun tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas dan berakhlak mulia. Di antara kesalahan orang tua dalam mendidik anak yaitu:
a.       Memukuli anak tanpa melihat manfaat dan akibatnya, sehingga anak menjadi keras dan berani kepada orang tua.
b.      Melontarkan perkataan kasar dan kurang mendidik -seperti: membodoh-bodohkannya- sehingga anak menjadi down (turun mentalnya) dan penakut.
c.       Terlalu membatasi aktivitas anak akibat kekhawatiran yang berlebihan, akibatnya anak kurang bisa bergaul dengan orang lain.
7.      Melatih anak agar menghargai waktunya.
Kita saksikan, kebanyakan remaja mereka lebih suka hura-hura bersama teman-temanya, nongkrong di pinggir jalan, ngeceng di mall, dan menghambur-menghaburkan uang dari pada menuntut ilmu. Padahal waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi. Betapa pentingnya waktu sehingga Allah bersumpah dengannya dalam Al Quran, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
{ وَالْعَصْرِ إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ }
Artinya: "Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih serta saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran." (Q.S. Al 'Ashr :1-3)
8.      Mempersiapkan mereka dalam menghadapi masa depan.
Hal yang wajar jika orang tua mencintai dan memanjakan buah hatinya. Tapi tidak seharusnya memanjakan mereka secara berlebihan, sehingga mereka sangat tergantung pada orang tuanya. Akibatnya, anak tidak bisa melakukan hal-hal yang kelihatannya sepele seperti mencuci baju atau memasak, apalagi perkara-perkara yang lebih besar dari pada itu. Oleh karena itu, hendaklah orang tua meluangkan waktunya untuk mengajari anaknya keterampilan-keterampilan yang bermanfaat bagi masa depan mereka, seperti: menata rumah dengan baik, menjahit, cara bergaul dan lain sebagainya.

            Wahai saudaraku, demikianlah beberapa hal yang harus kita lakukan untuk mempersiapkan anak-anak kita agar mereka menjadi generasi unggul yang siap menghadapi segala tantangan zaman. Wallohu A'lamu bis Showab. ( Abu Zaid )

Maroji' :
- Al Qur'anul Karim
-   Bahjatun Nadhirin Syarhu Riyadhis Sholihin
-   Arba'ina Hadisan Kullu Hadisin Fi Khoslatain
-   297 Larangan Dalam Islam
            -   Majalah Al Furqon ( Edisi 5 Tahun V/Dzulhijjah 1426 H)


_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.