Halaman

Kamis, 12 Juli 2018

Tak Ada Udzur Bagimu Meninggalkan Shalat


Sebuah fenomena yang menyedihkan; tidak sedikit dari masyarakat kita yang ber-KTP Islam, tapi menyepelekan shalat fardhu. Pemandangan tersebut bisa kita jumpai misalnya ketika kita safar menggunakan kereta api. Mayoritas penumpang yag beragama Islam meninggalkan shalat sama sekali dengan alasan: tidak bisa wudhu atau kondisinya repot; tidak bisa berdiri atau ruku’ dan sujud, tidak bisa menghadap kiblat atau sekedar rasa malu dan takut dikatai ‘sok alim’, na’udzu billah.

Begitu juga saat sakit, kebanyakan orang cenderung meninggalkan shalat, dengan alasan tidak mampu melaksanakan shalat dengan sempurna. Padahal saat-saat seperti itu hendaknya ia lebih mendekatkan diri kepada Alloh dengan memperbanyak shalat dan do’a.

Saudara dan saudariku, ketahuilah!
Islam merupakan agama yang sempurna; yang mengatur segala aspek kehidupan umatnya, yang memberikan solusi atas segala permasalahan seorang hamba. Namun kebanyakan umat Islam tidak tahu atau tidak mau tahu akan hal itu. Tidak heran; karena pokok permasalahannya adalah: apakah kita sudah meluangkan waktu untuk menggali dan mempelajari Islam lebih dalam? Karena itulah kuncinya, dengan belajar kita menjadi tahu!

Islam datang dengan segala kemudahanya, tidak membebani hambanya di luar batas kemampuanya. Sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman:
{يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ}
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” [QS. Al-Baqarah: 185]

{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا}
”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [QS. Al-Baqarah: 286]

Sebagaimana kita ketahui, dalam syariat Islam ada yang disebut dengan rukhshah (keringanan) dalam melaksanakan kewajiban. Rukhshah tersebut bisa berupa gugurnya suatu kewajiban, seperti: gugurnya kewajiban haji bagi orang yang tidak mampu, atau dalam bentuk keringanan dalam pelaksanaan suatu ibadah, seperti: keringanan dalam gerakan shalat bagi orang yang memiliki udzur atau halangan (sebagaimana yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini).

Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ}
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” [QS. At-Taghobun: 16]

Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
«فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
“Jika saya larang kalian dari sesuatu maka hindarilah, dan jika saya perintah kalian dengan suatu perintah, maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuanmu.” [HR. Bukhari: 7288]

Saudara-saudariku yang semoga senantiasa dirahmati Alloh Ta’ala,
Shalat fardhu merupakan kewajiban atas setiap muslim yang baligh dan berakal sehat, ia tidak boleh ditinggalkan sama sekali selama tidak ada udzur (halangan) yang menggugur kewajiban tersebut. Seorang muslim tetap wajib melaksanakannya walaupun dengan cara yang tidak sempurna.
Misalnya: ketika kita sakit kita tetap melaksanakan shalat sesuai dengan kemampuan kita:
Seandainya kita masih mampu berdiri walaupun harus menggunakan tongkat, maka kita laksanakan shalat dengan berdiri.
Bila kita tidak mampu berdiri, maka shalatlah dengan duduk. Insya Alloh kita tetap mendapatkan pahala yang sempurna, karena kita melakukan hal itu bukan tanpa alasan.
Jika tidak mampu duduk, maka shalatlah dengan berbaring miring ke arah kiblat. Jika tidak mampu demikian maka shalat dengan posisi terlentang dan menggganti gerakan ruku’ dan sujud dengan isyarat kepala.

Hal itu sebagaimana Baginda Rasul Shallallohu 'Alaihi wa Sallam ajarkan pada Imran ketika ia sakit:
«صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ»
“Shalatlah dengan berdiri, bila tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu maka (shalatlah) dengan berbaring.” [HR. Bukhari: 1117
Saudara saudariku, begitu juga ketika safar kita mendapat dispensasi (keringanan) dalam melaksanakan shalat:

Qashar
Qashar shalat disyariatkan bagi orang yang melakukan safar, yaitu: meringkas shalat yang berjumlah empat reka’at menjadi dua reka’at.

Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ}
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar shalat(mu).” [QS. An-Nisaa`: 101]

Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda mengenai ayat tersebut:
«صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ، فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ»
“(Ini adalah) sedekah dari Alloh bagimu, maka terimalah sedekah-Nya.” [HR. Muslim: 686]

Para ulama mengatakan bahwa shalat qashar bagi musafir lebih utama daripada menyepurnakannya, berdasarkan sabda Nabi Shallallohu 'Alaihi wa Sallam:
«فُرِضَتِ الصَّلَاةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ، فَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ، وَزِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ»
“(Semula) shalat itu diwajibkan dua reka’at-dua reka’at baik dalam keadaan mukim maupun safar, kemudian ditetapkan (dua reka’at) saat safar dan ditambah bagi orang yang mukim.” [HR. Bukhari: 3935 dan Muslim: 685, dan lafazh ini sesuai dengan riwayat Muslim]

Umar radliallohu 'anhu berkata berdasarkan ucapan Nabi Shallallohu 'Alaihi wa Sallam:
«صَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ، وَالْجُمُعَةُ رَكْعَتَانِ، وَالْعِيدُ رَكْعَتَانِ، تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ»
“Shalat saat safar dua reka’at, shalat jum’at dua reka’at, shalat ‘Ied dua reka’at, sempurna tanpa pengurangan.” [HR. Ibnu Majah: 1063, hadits shahih]

Bagi orang yang sering melakukan safar, seperti: orang yang bekerja sebagai kurir barang atau supir bis antar kota, mereka tetap disyariatkan untuk meng-qashar shalatnya, karena Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam senantiasa meng-qashar shalatnya setiap kali beliau safar.

Jamak
Orang yang safar diberi keringanan untuk menjamak (mengumpulkan) antara shalat dhuhur dan ashar begitu juga antara shalat maghrib dan ‘isya pada salah satu waktunya.

Adapun cara menjamak yang utama adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal radliallohu 'anhu:
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ، إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ زَيْغِ الشَّمْسِ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى أَنْ يَجْمَعَهَا إِلَى العَصْرِ فَيُصَلِّيَهُمَا جَمِيعًا، وَإِذَا ارْتَحَلَ بَعْدَ زَيْغِ الشَّمْسِ عَجَّلَ العَصْرَ إِلَى الظُّهْرِ وَصَلَّى الظُّهْرَ وَالعَصْرَ جَمِيعًا ثُمَّ سَارَ، وَكَانَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ المغْرِبِ أَخَّرَ المغْرِبَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ العِشَاءِ، وَإِذَا ارْتَحَلَ بَعْدَ المغْرِبِ عَجَّلَ العِشَاءَ فَصَلَّاهَا مَعَ المغْرِبِ»
“Bahwasanya Nabi Shallalllohu 'Alaihi wa Sallam ketika perang Tabuk; jika pergi sebelum matahari tergelincir, maka beliau mengakhirkan dhuhur sampai waktu ashar dan menjamak keduanya (di waktu ashar). Jika dia bepergian sesudah matahari tergelincir, beliau memajukan shalat ashar ke waktu dhuhur dan menjamak keduanya (di waktu dhuhur) kemudian beliau berangkat. Jika beliau berangkat safar sebelum matahari terbenam, maka beliau mengakhirkan maghrib hingga kemudian menjamaknya dengan shalat ‘isya. Dan jika pergi setelah masuk maghrib, beliau memajukan shalat ‘isya (ke waktu maghrib) dan menjamak keduanya.” [HR. Abu Dawud: 1220 dan Tirmidzi: 553, hadits shahih]

Selain untuk orang yang safar shalat jamak juga disyariatkan dalam beberapa keadaan, diantaranya:
- Ketika sakit dan kesulitan untuk melaksanakan shalat pada setiap waktunya.
- Wanita yang mengalami istihadhah.
- Orang yang mengalami penyakit tsulutsul baul (air seni keluar terus).
- Jamak antara shalat maghrib dan ‘isya, ketika turun hujan bagi orang yang melaksanakan shalat jama’ah di masjid.

Saudara saudariku,
Adapun musafir yang naik kendaraan dan tidak mungkin untuk berhenti saat datang waktu shalat, maka ia tetap wajib melaksanakannya walaupun di atas kendaraan. Ia melakukan gerakan-gerakan shalat sesuai dengan kemampuannya.
{فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ}
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” [QS. At-Taghobun: 16]

Saudara saudariku yang semoga senantiasa dirahmati Alloh Ta’ala,
Islam datang dengan kemudahan, tapi jangan sampai kita mempermudah / menyepelekannya. Jangan sampai kita meninggal shalat hanya karena menjumpai sedikit kesulitan ketika safar atau sakit. Karena shalat merupakan tiang agama dan pembeda antara orang islam dan kafir.

Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
«العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ»
“Pembeda antara kita dan mereka (orang kafir) adalah shalat, maka barang siapa meninggalkannya berarti dia telah kafir.” [HR. Tirmidzi: 2621, Nasa`i: 463 dan Ibnu Majah: 1079, hadits shahih]
Ibnu Mas’ud radliallohu 'anhu berkata:
(مَنْ لمْ يُصَلِّ فلَا دِيْنَ لهُ)
“Barang siapa tidak shalat berarti ia tidak memiliki agama.”

Semoga kita senantiasa diberi petunjuk dan taufik oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala untuk tetap istiqomah dalam melaksanakan peintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya. Wallohu A’lam.


Referensi:
-Al-Qur`an Al-Karim
-Tafsir Qurtubi
-Shahih Bukhari
-Shahih Muslim
-Sunan Tirmidzi
-Sunan Nasa`i
-Sunan Ibnu Majah
-Al-Mulakhosh Al-Fiqhiy, karya Syekh Fauzan
-Al-Kabair, karya Imam Dzahabi

_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.

0 komentar:

Posting Komentar