Halaman

Selasa, 23 Juli 2013

Perjalanan Ruh Setelah Mati




            Telah tersebar di masyarakat kita sebuah keyakinan yang melekat di hati mereka, bahwa ruh orang yang telah meninggal dunia karena mati penasaran bisa gentayangan untuk menakut-nakuti manusia maupun sekedar menengok keluarga yang ditinggalkannya, pada malam Jum’at.
            Benarkah itu adanya?
            Masalah ruh merupakan perkara ghaib, tidak mungkin kita mengetahui dengan pasti, hanya berdasarkan perkataan nenek moyang, melainkan harus dengan dalil yang datangnya dari Yang Maha Mengetahui.
            Alloh Subahanahu wa Ta'ala telah berfirman:
}وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا{
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". [QS. Al-Israa`: 85]
            Oleh Karena itu, untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali kepada petunjuk Al-Qur`an dan As-Sunnah, karena akal kita terbatas tidak mampu mencerna hal semacam ini.
            Itulah hikmah kenapa Alloh merahasiakan masalah ruh; untuk menyadarkan kita akan kelemahan akal kita dari pengetahuan tentang makhluk yang berada dalam diri kita sendiri (ruh kita), apalagi tentang penciptanya, tentu lebih tidak mengetahuinya. Seandainya kita sadar akan hal itu, niscaya kita tidak berlaku sombong dan selalu menimbang baik-buruk suatu perkara dengan syari’at, tidak dengan hawa nafsunya. [Lihat: Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur`an jilid: 10, hlm. 283]

1. Perjalanan Ruh Orang Mukmin
            Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa: ketika seorang mukmin meninggal, maka turunlah malaikat dengan wajah putih bersinar dengan membawa kain kafan & kamfer dari surga.
            Kemudian, datanglah malaikat maut seraya berkata: “Wahai ruh yang baik keluarlah kamu menuju ampunan Alloh dan keridloan-Nya.” Maka ruh itu pun keluar dari jasadnya sebagaimana menetesnya air yang keluar dari mulut cerek, lalu diletakkan di atas kain kafan dari surga yang menyebarkan bau harum minyak kasturi.
            Para malaikta membawanya naik ke langit dan tidaklah ruh itu melewati seorang malaikat, melainkan malaikat tersebut akan bertanya: “Ruh siapakah yang menyebarkan bau harum ini?” Para malaikat yang membawanya menjawab: “(Ruh) fulan bin fulan” –mereka menyebutkan nama panggilannya yang baik.
            Sesampai langit ke tujuh mereka berhenti, kemudian Alloh 'Azza wa Jalla berfirman: “Catatlah buku catatan amal hamba-Ku ini di ‘illiyyin’” (yaitu: buku catatan amal shalih orang-orang mukmin).
            Selanjutnya Alloh berfirman: “Kembalikanlah ruh ini ke bumi, karena Aku telah berjanji bahwa darinya Aku menciptakan mereka, padanya Aku mengembalikan mereka dan darinya Aku mengeluarkan mereka pada kesempatan yang lain.”
            Kemudian ruh itu dikembalikan ke bumi dan dikembalikan ke dalam jasadnya. Lalu datanglah dua malaikat seraya mendudukkannya dan bertanya padanya: “Siapa Robbmu?” Ia menjawab: “Tuhanku Alloh” Keduanya bertanya: “Apa agamamu?” Ia menjawab: “Agamaku Islam” Keduanya bertanya: “Siapakah laki-laki yang telah diutus di tengah-tengah kamu?” Ia menjawab: “Ia adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam” Keduanya bertanya: “Apa yang telah kamu lakukan?” Ia menjawab: “Aku membaca Kitab Alloh (Al-Qur`an), kemudian aku mengimaninya serta membenarkannya.”
            Lalu dihamparkan baginya permadani di surga, dipakaikan baju dari surga dan dibukakan baginya pintu surga. Maka terciumlah bau harum surga serta diluaskan kuburnya sejauh mata memandang.
            Setelah itu datanglah amal shalihnya dalam bentuk laki-laki rupawan menemaninya dan diperlihatkan baginya kenikmatan-kenikmatan surga, sehingga ia sangat merindukan hari kiamat dan memohon kepada Alloh agar menyegerakan datangnya hari kiamat.

2. Perjalanan Ruh Orang Durhaka/ Kafir
            Ketika orang yang durhaka/ kafir meninggal, turunlah kepadanya para malaikat yang kasar lagi keras dengan wajah hitam pekat dan membawa kain kafan yang kasar dari neraka. Kemudian datanglah malaikat maut berkata padanya: “Wahai ruh yang jelek keluarlah menuju kemurkaan serta kebencian Alloh!”
            Malaikat maut itu memaksa ruh tersebut untuk berpisah dengan jasadnya dan mencabutnya bagaikan mencabut besi tusukan daging yang banyak cabangnya dari bulu domba yang basah, dimana urat-urat sarafnya ikut terputus bersamaan dengan tercabutnya ruh.
            Kemudian ruh tersebut diletakkan di atas kafan dari neraka, lalu dibawa naik (ke langit) dan tersebarlah bau busuk. Setiap kali melewati malaikat mereka bertanya: “Ruh siapakah yang jelek ini?” Setibanya di pintu langit dunia, malaikat penjaganya tidak mau membukakan pintu baginya.
            Setelah itu, ruh tersebut dilemparkan ke dasar bumi hingga menimpa jasadnya. Maka datanglah dua malaikat seraya membentak dan mendudukannya seraya bertanya: “Siapa Rabbmu?” Ruh yang durhaka tadi hanya bisa menjawab: “Hah…hah…aku tidak tahu.” Kedua malaikat bertanya lagi: “Apa agamu?” Ia menjawab: “Hah…hah…aku tidak tahu.” Keduanya bertanya: “Bagaimana pendapatmu tentang laki-laki yang diutus di tengah-tengah kamu?” Ia pun tidak ingat sama sekali namanya dan tidak mengetahuinya. Lalu dihamparkan baginya permadani dari neraka dan dibukakan baginya pintu neraka, sehingga ia merasakan panas hembusan api neraka dan angin panasnya. Kemudian kuburnya menghimpitnya, sehingga tulang rusuknya hancur berantakan.
            Setelah itu datanglah amal buruknya dalam rupa manusia yang berwajah buruk, pakaiannya compang-camping dan berbau busuk seraya berkata padanya: “Aku ini adalah amalmu yang jelek. Demi Alloh, aku tidak mengetahuimu selain kamu adalah orang yang selalu melalaikan ketaatan kepada Alloh serta senantiasa bermaksiat kepada-Nya, sehingga Alloh membalasmu dengan kejelekan.”
            Kemudian orang (buruk rupa) tadi berubah menjadi buta, tuli dan bisu, tangannya menggenggam palu godam yang jika gunung dipukul dengannya akan hancur.
            Lalu dipukullah orang durhaka tadi dengan palu godam tersebut sehingga hancur menjadi tanah, iapun menjerit keras sekali yang didengar oleh setiap makhluk kecuali manusia dan jin. Alloh pun mengulang-ulang kejadian tersebut; setelah hancur dikembalikan lagi, setelah hancur dikembalikan lagi. Sehingga orang yang durhaka tadi berkat: “Wahai Tuhanku, janganlah Engkau melaksanakan kiamat.” [Diringkas dari Riwayat Imam Ahmad: IV/287, hadits shahih]
            Demikianlah perjalanan ruh orang mukmin dan orang durhaka antara bumi dan langit, hingga mereka ditanya oleh kedua malaikat (Munkar dan Nakir).
            Para ulama sepakat, bahwa setelah jenazah dimasukkan ke liang kubur, maka ia akan akan menerima kenikmatan kubur atau adzabnya, dimana hal itu akan dirasakan ruh dan jasadnya.
            Ruh akan tetap merasakan nikmat atau adzab kubur setelah ia berpisah dari jasadnya, serta sekali-kali ia berhubungan dengan jasadnya, sehingga ia bersama jasad merasakan nikmat/ adzab kubur.
            Setelah kiamat terjadi, ruh dikembalikan ke dalam jasad dan bangkit dari kubur mereka untuk menghadap Rabb semesta alam.

Kebenaran Siksa Kubur dan Neraka
            Siksa kubur dan api neraka merupakan perkara yang nyata dan benar adanya. Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah sabda Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang berbunyi:
«يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ» ثُمَّ قَالَ: «بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ»
Artinya: “Keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar.” Nabi berkata: “Padahal itu dosa besar, dimana salah satu dari keduanya tidak menjaga diri dari air kencing, dan yang lain suka mengadu domba.” [HR. Bukhari: 216]
            Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah memperingatkan kita agar senantiasa berlindung dari siksa kubur terutama saat tasyahhud akhir sebelum salam:
«إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الْآخِرِ، فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ»
Artinya: “Jika salah seorang di antar kamu telah selesai tasyahhud akhir, hendaklah ia memohon perlindungan kepada Alloh dari empat hal: dari siksa api neraka, siksa kubur, fitnah kehidupan dan setelah mati serta dari fitnah Dajjal.” [HR. Muslim: 588]
            Oleh karena itu, kita harus mengetahui sebab-sebab diadzabnya seseorang dalam kubur agar kita segera meninggalkannya, dan sebab-sebab diselamatkan darinya agar kita bisa melakukannya.

1.     Sebab-sebab mendapatkan adzab kubur 
Yaitu: karena melalaikan perintah-Nya dan bermaksiat pada-Nya, seperti: mengadu domba, menggunjing, sombong, memakan harta riba, meninggalkan shalat, zakat maupun puasa, curang ketika menakar, serta kemaksiatan lainnya yang dilakukan oleh hati, mata, telinga, mulut, lidah, perut, kemaluan, tangan, kaki dan badan secara keseluruhan.

2.     Sebab-sebab dilindungi dari adzab kubur
Secara garis besar yaitu dengan menghindari sebab-sebab yang mendatangkan adzab kubur dan memperbanyak melakukan ketaatan kepada Alloh 'Azza wa Jalla, mengikuti sunnah/ petunjuk Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam serta bartaubat dari segala dosa dan maksiat.
            Akhirnya, semoga Alloh Subahanahu wa Ta'ala menjadikan kuburan kita semua dan kuburan segenap kaum muslimin sebagai sebuah taman dari pertmanan surga dan melindungi kita dari segala fitnah yang mengancam kita. Amiin…

_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.

Referensi:  - Al-Qur`an Al-Karim
                        - Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur`an
                        - Shahih Bukhari
                        - Shahih Muslim
                        - Musnad Imam Ahmad
- Perjalanan Ruh Setelah Mati, karya: Khalid bin Abdurrahman asy-Syayi’.

Jumat, 12 Juli 2013

Bagaikan Debu Berterbangan (Nikmat Iman)




Bagaikan Debu Berterbangan

Sungguh sangat disayangkan, terkadanga orang-orang non muslim/ kafir lebih bisa menunjukkan akhlak yang mulia dan suka memberi daripada orang muslim sendiri. Padahal kitalah yang seharusnya lebih terdepan dalam melakukan kebaikan.
            Akibat dari fenomena ini, munculah pernyataan bahwa orang non muslim lebioh baik dari pada orang muslim. Sehingga masyarakat umum lebih menghormati dan memuliakan mereka. Lebih parah lagi, orang-orang awam tertipu olehnya, dan tertanam pemahaman ‘pluralisme’, yaitu: sebuah paham yang menganggap semua agama sama; sama-sama mengajarkan kebaikan, jadi seandainya dia kafir tapi kalau dia beramal baik maka ia akan masuk surga juaga, na’udzubillah
            Bagaimana pandangan syariat mengenai paham ‘pluralisme’ ini? Apakah semua agama sama dan benar? Apakah amal kebajikan yang dilakukan oleh orang-orang kafir nantinya diterima di sisi Alloh 'Azza wa Jalla dan mereka jg masuk surga dengan amal baiknya itu?
            Kaum muslimin rahimakumullah,
            Orang yang berakal sehat tentu tidak akan mudah terkecoh dengan sikap baik orang kafir. Karena kita mempunyai pedoman hidup (yaitu Al-Qur’an dan Sunnah). Diman Alloh Subahanahu wa Ta'ala dan Rasulnya telah menjelaskan dengan gambling kepada kita akan kedudukan iman dan dua kalimat syahadat kita; sebagai dasar diterimanya amal baik seseorang.
            Adapun amal baik yang dilakukan orang kafir, tidak lain ia hanya akan mendapatkan balasanya di dunia, berupa kesenangan dunia yang fana/ tidak kekal. Sedangkan di akherat kelak, semua amal baiknya sia-sia; lenyap bagaikan debu yang berterbangan karena tertiup angin yang kencang. Ia tidak akan mendapatkan kenikmatan akherat sedikit pun.
            Alloh 'Azza wa Jalla telah berfirman:
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ
Artinya: “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” [QS. Ibrahim: 18]
            Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda:
«إِنَّ اللهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً، يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا، حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ، لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا»
Artinya: “Sesungguhnya Alloh tidak mendzalimi orang mukmin dengan kebaikan (yang ia lakukan), orang mukmin tersebut akan mendapatkan balasannya, baik di dunia maupun di akherat. Adapun orang kafir, dia akan diberi makan (kenikmatan) di dunia karena amal baik yang ia lakukan karena Alloh. Sedangkan ketika di akherat, maka ia tidak akan mendapatkan balasan barang sedikitpun atas kebaikan yang ia lakukan.” [HR. Muslim: 2808]
            Sekali lagi , yang harus kita ingat: bahwa amal shaleh tidak akan diterima di sisi Alloh kecuali amal shaleh yang dilakukan oleh orang-orang mukmin; yang mentauhidkan Alloh dan beriman dengan apa yang disampaikan oleh utusan-Nya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. [Lihat: Adhwa`ul Bayan: III/81 pada tafsir Surat Al-Israa ayat: 19]
            Kaum kafir ketika di dunia, mereka masih bisa mengolok-olok orang Islam dan menghina Rasul Alloh serta menolak kebenaran yang dibawa Islam. Tetapi, di akherat kelak mereka akan dihempaskan dan disiksa dalam api neraka, dengan siksaan yang amat pedih. Sehingga mereka berandai-andai menjadi tanah.
وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا
Artinya: “Dan orang kafir berkata, ‘Alangkah baiknya seandainya dahulu aku menjadi tanah.’” [QS. An-Naba: 40]
            Namun semua sudah terlanjur, mereka tidak mungkin kembali ke dunia untuk beramal shaleh sebagaimana yang mereka angan-angankan.
            Saat ini, orang-orang kafir bersatu untuk menghancurkan Islam dan menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. Tapi kelak di akherat, mereka akan bertengkar [QS. Asy-Syu’ara: 96], saling menyalahkan dan berlepas diri dari pengikutnya [QS. Al-Baqarah: 166] serta memutus hubungan di antara mereka.
            Alloh Subahanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya:
“Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri. Sebagian dari mereka menghadap kepada sebagian yang lain berbantah-bantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka), ‘Sesungguhnya kamulah yang datang kepada Kami dari kanan.’ Pemimpin-pemimpin mereka menjawab, ‘Sebenarnya kamulah yang tidak beriman’. Dan sekali-kali Kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui batas. Maka pastilah putusan (azab) Tuhan kita menimpa kita; sesungguhnya kita akan merasakan (azab itu). Maka Kami telah menyesatkan kamu, sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang sesat.” [QS. Ash-Shaaffat: 26-32]
            Itulah tempat kembali bagi orang-orang kafir; api neraka yang siksanya amat pedih, mereka kekeal di dalamnya, na’udzubillah
            Dari penjabaran di atas, kita tahu bahwa paham pluralism adalah pemahaman yang menyimpang. Merupakan kesalahan yang fatal, kalau ada orang yang meyakini bahwa semua agama sama-sama benar. Tidak mungkin agama Islam (yaitu agama tauhid) yang mengesakan Alloh disamakan dengan ajaran Trinitas (yang mengakui adanya 3 tuhan) atau ajaran Polytheisme (yang memperayai banyak tuhan. Tidak mungkin agama yang sempurna ini disamakan dengan agama yang telah dihapus syari’atnya. Tidak mungkin agama samawi (yang disampaikan oleh utusan Alloh yang mulia Shallallahu 'Alaihi wa Sallam) disampaikan dengan agam buatan manusia.
            Sungguh merugi dan sungguh kasihan orang kafir/ non muslim yang beramal kebajikan, ia tidak bisa memanen hasilnya di akherat. Dikarenakan ia tidak beriman dengan risalah yang disampaikan oleh Rasul kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagai penutup para para Nabi. Sungguh kerugian yang sangat besar.
            Sebaliknya, merupakan kemenangan yang besar bagi orang-orang yang beriman, ia akan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa di surga, yang belum pernah pernah ia lihat dan belum pernah ia rasakan di dunia.
            Dalam sebuah hadits qudsi Alloh 'Azza wa Jalla berfirman:
«أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ»
Artinya: “Aku siapkan bagi hambaku yang shalih apa-apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan belum pernah terbetik dalam hati manusia.” [HR. Bukhari: 3244 dan Muslim: 2824]
_______________
Nopi Indrianto, B.Sh., M.H.

Referensi:   
 -    Al-Qur`an Al-Karim
-         Adhwa`ul Bayan
-         Shahih Bukhari
-         Shahih Muslim

Kesucian Hati



KEMBALI MENUJU KESUCIAN DIRI
Amirudin bin Salimin Bashori*)

          Segala puji hanya milik Alloh Robb semesta alam. Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabat, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik sampai hari kiamat.
          Pembaca yang budiman, merupakan suatu hal yang telah diketahui melalui dalil syar’i maupun secara realita (waqi`), bahwa manusia diciptakan oleh Alloh dalam keadaan suci bersih. Hanya saja Alloh Ta’ala telah menitipkan dalam jiwa manusia hawa nafsu dan kelurusan, sehingga manusia ada yang baik dan ada pula yang buruk.
          Bagi mereka yang memilih kelurusan maka dia selamat dan bahagia. Dan bagi mereka yang memperturutkan hawa nafsu maka akan mengalami perasaan tidak pernah puas dengan apa yang dilakukannya sehingga makin terus terjerumus ke lembah kenistaan karena memperturutkan hawa nafsunya. Oleh karena itu, berbahagialah bagi orang-orang yang bisa menahan hawa nafsunya dari berbagai penyimpangan moral dan kerancuan berfikir karena Alloh telah manjanjikan baginya surga, dan celakalah bagi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan tidak mengindahkan bimbingan Robbnya, dia akan menuai siksa neraka.
 } قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10) {
“Sungguh telah beruntung orang yang menyucikan jiwanya. Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” [1]
} فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39) وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41) {
“Maka adapun orang yang melampaui batas (dengan memperturutkan hawa nafsunya). Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Robbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka surgalah tempat tinggalnya.”[2]
         
Alloh Ta’ala juga telah berfirman:
} أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23) {
“Maka, pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Alloh membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Alloh telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk setelah Alloh (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”[3]
          Inilah keadaan sebagian manusia, ia amat ingkar dan enggan meniti jalan petunjuk dan lebih memilih jalan kesesatan. Sungguh manusia amatlah zalim dan melampaui batas. Senantiasa melakukan kesalahan, kelalaian dan ketidakistiqomahan dalam meniti hidup di atas jalan Alloh. Namun dengan segala kekurangan yang ada pada manusia, Alloh masih memberikan kasih sayang dengan membuka pintu taubat dan memuji orang-orang yang kembali kepada Alloh dari kesalahan dan dosa yang diperbuatnya.
          Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
( كل بني آدم خطاء و خير الخطائين التوابون )
“Setiap manusia suka berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang kembali kepada Alloh (bertaubat).”[4]
          Wahai orang-orang yang masih memperturutkan hawa nafsunya…
Kembalilah kepada Alloh dan bertaubatlah. Sesungguhnya Alloh Maha Menerima taubat. Bersegeralah anda bertaubat sebelum datang kepadamu kematian yang memutus dan menutup pintu taubat. Betapa Alloh sangat senang dengan taubat hamba-Nya dan betapa murka kepada orang-orang yang durhaka kepada-Nya.
 }إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا (17) وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (18){
“Sesungguhnya, taubat di sisi Alloh adalah taubat bagi orang-orang yang melakukan kejahatan (dosa) lantaran kejahilan (keteledoran dan mengikuti hawa nafsu), kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Alloh taubatnya, dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Alloh dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (dosa) yang hingga apabila datang ajal kepadanya, (barulah) dia mengatakan: “aku bertaubat sekarang” dan (tidak pula diterima taubat) orang yang mati dalam keadaan kafir. Bagi orang-orang itu telah Kami siapkan siksa yang pedih.”[5]
          Sungguh, Alloh lebih senang dengan taubat seorang hamba melebihi rasa bahagia yang dirasakan oleh seorang yang mengadakan perjalanan jauh di tengah padang pasir yang ia berbekal dengan makanan dan minuman yang ada pada kendaraanya. Lalu dia tersesat dan kehilangan kendaraanya, sehingga dia terus mencarinya sampai putus asa sehingga dia bersandar di sebatang pohon menunggu kematian, lalu tertidur dan ketika bangun ternyata dia mendapati kendaraan dengan segala perbekalannya ada di sisinya, dengan bahagianya dia langsung memegang kendaraan tersebut dan sampai tersalah dalam berucap karena saking bahagia yang dia rasakan. Namun, Alloh lebih bahagia ketika seorang hamba bertaubat kepada-Nya dari pada orang ini.[6]
          Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bertaubat dan memperbaiki diri sebesar apapun kesalahan dan dosa kita. Apabila kita mau menengok kepada generasi awal umat ini seperti Umar bin Al Khottob, Kholid bin Al Walid, Amr bin Al Ash, dan yang lainnya dari kalangan para sahabat sebelum mereka masuk Islam, mereka adalah orang-orang yang biadab dan keras. Namun, setelah mereka bertaubat dan memeluk Islam, mereka menjadi orang-orang yang terbaik umat ini. Semoga Alloh meridhoi mereka semua.
          Maka, marilah perbaiki diri ini dan berhentilah dari kemaksiatan kepada Alloh. Sesunggguhnya perbuatan baik akan menutupi perbuatan buruk. Dan sekaranglah saatnya bagi kita untuk tunduk kepada Alloh dengan segala perintah-Nya.
                                   }   إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ {
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghilangkan perbuatan buruk (dosa)”.[7]
}أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (16) {
“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Alloh dan kepada kebenaran yang turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang kemudian hati merek menjadi keras membatu. Dan kebanyakan mereka menjadi orang-orang fasik”.[8]
          Sungguh Alloh amat luas kasih sayang-Nya dan sangat menerima taubat hamba-Nya yang sungguh-sungguh. Alloh tidak memandang seberapa besar dosa hamba, akan tetapi Alloh menilai kesungguhan hamba dalam bertaubat. Dalam banyak ayat, Alloh menerangkan:
}وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ (90){
“Dan mohon ampunlah kepada Robbmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sungguh, Robbku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.”[9]
}وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31){
“Dan bertaubatlah kalian seluruhnya kepada Alloh wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung”.[10]
 }قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53)وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ(54){
“Katakanlah: wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya (dengan dosa) janganlah kalian berputus asa dari kasih sayang Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mengampuni semua dosa. Dialah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kepada Robb kalian dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang kepada kalian siksaan kemudian kalian tidak ditolong”.[11]

}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ{
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Robbmu mengampuni dosa-dosamu dan memasukanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”.[12]
          Diriwayatkan dari Anas bin Malik Rodliallohu ‘Anhu berkata: “Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Alloh berfirman: “Wahai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdo’a dan mengharap kepada-Ku niscaya Aku ampuni dosa yang ada padamu, Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Walaupun dosa-dosamu mencapai ketinggian langit, kemudian kamu meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepada-Ku dengan sepenuh bumi kesalahan, kemudian kamu menemui-Ku dalam tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun niscaya Aku ampuni kamu dengan ampunan sebesar bumi pula”.[13]
          Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
)إِنَّ اللَّهَ عز وجل يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حتى تَطْلُعَ الشَّمْسُ من مَغْرِبِهَا(
“Sesungguhnya Alloh membentangkan tangan-Nya di malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa si siang hari. Dan membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berdosa di malam hari sampai matahari terbit dari arah barat”.[14]
          Alloh berfirman:
}وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133){
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit-langit dan bumi yang telah disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa”.[15]
          Maka, setelah kita mengetahui dari dalil-dalil di atas menunjukkan akan besarnya dan luasnya kasih sayang Alloh. Dan Dia adalah Maha Menerima Taubat.
          Oleh karena itu, bagi orang yang ingin bertaubat kepada Alloh harus memenuhi syarat diterimanya taubat, agar dia termasuk orang-orang yang mensucikan diri dan diterima taubatnya oleh Alloh ‘Azza wa Jalla.
          Adapun syarat-syarat diterimanya taubat ada enam, yaitu:
1.     Ikhlas kepada Alloh.
Maka, tujuan manusia bertaubat adalah kerena Alloh, agar Dia menerima taubatnya dan mengampuni dosanya. Bukan untuk riya (pamer) dan mencari perhatian orang lain atau agar selamat dari penguasa dan yang lainnya.
Tidak lain dia bertaubat untuk mencari wajah Alloh semata dan kehidupan akherat serta ampunan.
2.     Menyesal dari kemaksiatan.
Karena menyesali perbuatan dosa merupakan tanda akan kejujuran taubat seseorang agar mendapatkan ampunan.
3.     Berhenti dari perbuatan dosa (maksiat)
Hal ini merupakan di antara yang terpenting dalam syarat-syarat bertaubat. Jika perbuatan dosa itu karena meningggalkan kewajiban maka syaratnya adalah dengan mengerjakan kewajiban itu. Dan jika perbuatan dosa itu karena melakukan keharaman maka dia harus berhenti dan meninggalkannya.
4.     Bertekad untuk tidak kembali kepada perbuatan maksiat.
Yaitu seseorang ketika dia telah bertobat, maka harus bertekad untuk tidak mengulanginya kembali di waktu yang akan datang. Maka, jika dia berniat untuk kembali melakukan maksiat itu lagi maka taubatnya tidak sah.
5.     Bertaubat di waktu masih dibuka pintu taubat.
Pintu taubat senantiasa terbuka bagi seorang hamba jika dia belum menemui satu dari dua hal, yaitu:
a.     Kematian.
Taubat seseorang diterima oleh Alloh selama nyawa belum sampai ke kerongkongan. Jika nyawa telah sampai ke kerongkongan maka taubatnya tidak diterima.

Alloh Berfirman (yang artinya) :
“Dan tidak ada taubat bagi orang yang berbuat dosa hingga datang kepada kepada mereka kematian lalu dia mengatakan: “Aku bertaubat sekarang”.[16]
Alloh Berfirman tentang orang musyrik (yang artinya) :
“Maka ketika mereka melihat siksa kami, mereka berkata: “kami hanya beriman kepada Alloh saja, dan kami ingkar kepada sesembahan-sesembahan yang kami persekutukan dengan Alloh. Maka iman mereka tidak berguna lagi ketika mereka melihat siksa kami. Itulah (ketentuan) Alloh yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan ketika itu rugilah orang-orang kafir”.[17]
6.     Apabila maksiat tersebut berkenaan dengan hak orang lain maka dia harus mengembalikan haknya. Jika berupa harta harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika hal tersebut berkenaan dengan kehormatan maka meminta maaf dan meminta halalnya. Jika hal tersebut berupa gunjingan maka meminta maaf jika orang yang digunjingi mengetahuinya dan cukup memintakan ampun untuknya jika tidak mengetahuinya.
Inilah pemaparan tentang penyucian diri dari dosa-dosa agar kita menjadi orang-orang yang selamat di hadapan Alloh Ta’ala di hari kiamat.
Alloh Ta’ala Berfirman:
}يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89){
“(pada hari kiamat) tidak bermanfaat harta benda dan anak-anak kecuali orang-orang yang menghadap Alloh dengan hati yang bersih”.[18]
          Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
 )التَّائِبُ من الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ له(
“Orang yang bertaubat dari dosa bagaikan orang yang tidak memiliki dosa”.[19]
          Marilah kita meminta kepada Alloh agar menerima amal kebaikan kita dan mengampuni dosa-dosa kita. Amin ya Robbal ‘alamin.
          Sholawat dan Salam  semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabat dan seluruh orang-orang yang mengikutinya dengan baik.[20]
Referensi:
1.     Al Qur’anul Karim
2.     Shohih Al Bukhori, penerbit: Baitul Afkar Ad Dauliyah-Riyadh, KSA.
3.     Shohih Muslim Syarh Imam Nawawi, penerbit: Baitul Afkar Ad Dauliyah-Riyadh, KSA.
4.     Sunan At Tirmidzi, penerbit: Baitul Afkar Ad Dauliyah-Riyadh, KSA.
5.     Sunan Ibnu Majah, penerbit: Baitul Afkar Ad Dauliyah-Riyadh, KSA.
6.     Shohih Sunnah At Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, penerbit: Maktab At Tarbiyah Al Aroby-Riyadh, KSA.
7.     Shohihul Jami’ Ash Shoghir, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, penerbit: Al Maktab Al Islamy-Beirut, Libanon.
8.     Syarh Riyadhu Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, penerbit: Madarul Wathon- Riyadh, KSA.
9.     Tazkiyatun Nufus, Syaikh Dr. Ahmad Farid Al Mishri, penerbit: Darul Qolam- Beirut, Libanon.
10.                                                                                                                                        Ar Rohikul Makhtum, Syaikh Shofiyurrohman Mubarokfury, penerbit: Darul Wafa’-Mesir.


*) Alumni MAIS Cilacap tahun 2010 dan Mahasiswa Fakultas Syari’ah LIPIA – Jakarta (sekarang)
[1]   Q.S. Asy-Syams : 9-10
[2]   Q.S. An-Nazi’at : 37-41
[3] Q.S. Al Jatsiyah: 23
[4] H.R. At Tirmidzi no. 2499, Ibnu Majah no. 4251 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Sunan At Tirmidzi no. 2629
[5] Q.S. An-Nisa : 17-18
[6] Lihat hadits Anas bin Malik dalam Shohih Al Bukhori no. 6309 dan Muslim no. 2747
[7] Q.S. Hud: 114
[8]   Q.S. Al Hadid: 16
[9]   Q.S. Hud: 90
[10] Q.S. An Nur: 31
[11] Q.S. Az Zumar: 53-54
[12] Q.S. At Tahrim: 8
[13] H.R. At-Tirmidzi no. 3540
[14] H.R. Muslim no. 2759
[15] Q.S. Ali Imron: 133
[16] Q.S. An Nisa: 18
[17] Q.S. Ghofir: 84-85
[18] Q.S. Asy Syu’aro: 88-89
[19] H.R. Ibnu Majah no. 4250
[20] Materi Khutbah Idul Fitri tahun 1433 H/ 2012 M untuk kaum muslimin Jl. Singkep, Sidanegara, Cilacap.